Monday, October 14, 2013

lelaki yang malang

matamu kuyu tanpa gairah
jiwamu risau jiwa yang resah
kau simpan duka dalam gelisah
oh, lelaki yang malang

tawamu sendu seakan pasrah
tubuhmu lesu tiada saat bahagia
sekeping harapanmu tergolek pasrah
oh, lelaki yang malang

adakah sinar di hatimu ?

P E N A

tak hendak lagi melangkah, ingin kutinggalkan jejak luka
karena renta memamah usia. telah kusapih kertas dalam percumbuan rapih tanpa bekas.
hingga mataku mulai rabun kehilangan warna.
terselimuti kecantikan, merambat gelapmenju buta.

Aku telah berlari hari ini.
melebihi kencangnya peliung angin merentang kenang.
yang harus menuntas cerita, meski tanpa tetesan tinta.

sajak gadis

5 Desember 2012 pukul 18:48

lewati malam gerimis tanpa seutas kain tebal
ber makeup rintik dan berkerudung dingin malam
menembus batas sepi bersama sunyi
mengejar waktu demi esok lebih cerah

kudanya merah merona
dengan sorot mata yang sangat bening
membuka mataku bahwa kau,,
kau memang ada

mengirimku tak seberapa
tapi rasa puas batinku begitu menggelora
kau gadis berkerudung rintik
aku berterima kasih padamu malam tadi

Sunday, July 14, 2013

Prinsip Pembangkit Listrik


Prinsip Pembangkit Listrik
Listrik merupakan keperluan dalam kehidupan sehari-hari yang sangat vital pada zaman modern ini. Tanpa listrik kita tidak dapat melihat TV, tidak dapat mengatur rambu-rambu lalu lintas, tidak ada lemari es, komputer, ataupun peralatan rumah tangga modern lainnya.

Ada beberapa macam energi pembangkit listrik, sebagai berikut.
1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Prinsip pembangkit listrik tenaga air adalah pemanfaatan air sebagai sumber energi untuk menghasilkan listrik, yaitu dengan cara sebagai berikut.

Dari sebuah danau atau sungai yang dibendung, air dialirkan melalui suatu terowongan dengan diatur oleh alat pengontrol. Terowongan air ini dibuat sedemikian rupa sehingga air dijatuhkan dari ketinggian 100 m atau lebih, hal ini bertujuan untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanik yang sebesar-besarnya. Ujung terowongan tersebut ditahan oleh sebuah turbin air.

Dengan dorongan air, turbin akan berputar, dan perputaran turbin ini digunakan untuk memutar generator atau mesin pembangkit listrik. Listrik yang dihasilkan akan diubah dan diatur tekanannya dengan menggunakan transformator. Dari transformator ini, listrik dialirkan ke tempat-tempat yang memerlukannya.

Sebelum digunakan untuk konsumsi rumah tangga, aliran listrik ini diturunkan tegangannya melalui sebuah transformator lagi sehingga listrik yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan rumah tangga yaitu listrik dengan tegangan 110 atau 220 volt. Sementara itu, air yang sudah digunakan untuk memutar turbin masih dapat dimanfaatkan untuk pengairan atau irigasi pada lahan persawahan.

2. Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD)
Pada hakikatnya, prinsip pembangkit tenaga disel adalah sama dengan pembangkit tenaga air, yaitu dengan cara menggerakkan generator pembangkit listrik. Dalam pembangkit listrik tenaga disel, rotor dari generator digerakkan oleh mesin disel. Mesin disel dipilih sebagai salah satu
alternatif, karena mudah ditempatkan di mana saja, sedangkan bahan bakarnya adalah minyak disel atau solar yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar bensin.

Bila kita telaah lebih lanjut, sebenarnya pembangkit listrik tenaga disel ini bersumber pada energi kimia hasil dari pembakaran minyak disel yaitu solar. Jadi ini merupakan contoh perubahan bentuk energi dari energi kimia menjadi energi mekanik kemudian menjadi energi listrik.

3. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Pembangkit tenaga listrik ini menggunakan fusi inti atom sebagai sumber tenaganya sehingga diperoleh energi listrik yang luar biasa banyaknya. Namun sampai saat ini manusia masih sulit mengendalikan tenaga yang timbul dari reaksi fusi inti untuk maksud-maksud yang tidak merusak lingkungan.

Prinsip kerja Pembangkit Listrik Tenaga Air



Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan pusat pembangkit tenaga listrik yang mengubah energi potensial air (energi gravitas air) menjadi energi listrik. Mesin penggerak yang digunakan adalah turbin air untuk mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis poros  yang akan memutar rotor generator untuk menghasilkan energi listrik.
Prinsip Kerja PLTA
Gb 1. Prinsip Kerja PLTA
Air sebagai  bahan baku PLTA dapat diperoleh dari sungai secara langsung disalurkan untuk  memutar turbin, atau dengan cara  ditampung dahulu (bersamaan dengan air hujan) dengan menggunakan kolam tando atau waduk sebelum disalurkan untuk memutar turbin.
Daya listrik yang dibangkitkan dapat dihitung menggunakan  pendekatan rumus  :
P          =          9,8  Q  X H   X   ή t  x  ή g            (  kW )
Dimana :
P          = Daya yang dihasilkan   (kW)
Q         = Debit air  dalam  (m3/detik)
H          = Tinggi terjun   (m)
ή t        = Efisiensi turbin  (%)
ή g       = Efisiensi Generator (%)
Perencanaan pengoperasian PLTA yang dilakukan berdasarkan pada kondisi hydrologi yang meliputi :
  •  Tahun Basah Sekali
  •  Tahun Basah
  •  Tahun Normal
  •  Tahun Kering
  •  Tahun Kering Sekali
Untuk mendapatkan hasil yang optimum dan memudahkan untuk perencanaan operasional tahunan, maka perencanaan operasi dilakukan berdasarkan pada  kondisi hydrologi tahun normal dan tahun kering, yang kemudian dilakukan penyesuaian tiap bulan berdasarkan kondisi air  masuk.
Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan biasa dimulai bulan Nopember s.d Maret dan musim kemarau pada bulan April s.d Oktober, sehingga kondisi ini dipergunakan untuk proses pengisian dan penggunaan air
Tipe Dan Jenis PLTA Berdasarkan Sumber Air dan Hidrologi
PLTA Aliran sungai Langsung tanpa kolam tando
Aliran sungai dialirkan langsung melalui saluran terbuka atau tertutup dengan memasang di ujung saluran tersebut (ujung masuk air). Air dimasukkan melalui pipa pesat/saluran terbuka
PLTA dengan aliran sungai langsung
Gb 2. PLTA dengan aliran sungai langsung
Keterangan:
  1. Sungai                                                        7. Power house
  2. Saringan                                                    8. Bendung
  3. Bak pengendapan pasir                         9. Saluran pembersih
  4. Pressure tunel                                        10. Saluran pengelak
  5. Surge tank                                               11. Sungai
  6. Penstock valve
PLTA Aliran sungai langsung dengan kolam tando
Air sungai dialirkan ke kolam melalui saluran terbuka atau tertutup dengan disaring terlebih dahulu dan ditampung di suatu kolam yang berfungsi untuk :
  1. Mengendapkan pasir
  2. Mengendapkan lumpur
  3. Sebagai reservoir
Air dari kolam tersebut dialirkan melalui pipa pesat menggerakkan turbin untuk membangkitkan tenaga listrik. Kolam tando dilengkapi dengan beberapa pintu air gunanya untuk pengisian / pengosongan bila kolam tando diadakan pemeliharaan.
PLTA dengan kolam Tando
Gb 3. PLTA dengan kolam Tando

PLTA Aliran sungai Langsung dengan waduk (Reservoir)
Air dari satu sungai atau lebih ditampung di suatu tempat untuk mendapatkan ketinggian tertentu dengan jalan dibendung. Air dari waduk tersebut dialirkan melalui saluran terbuka, melalui pintu air ke saluran tertutup yang selanjutnya melalui pipa pesat menggerakkan turbin untuk membangkitkan tenaga listrik.
PLTA dengan waduk
Gb 4. PLTA dengan waduk

PLTA aliran Danau
Sumber air dari PLTA ini adalah sebuah danau yang potensinya cukup besar. Untuk pengambilan air yang masuk ke PLTA dilaksanakan dengan:
  1. Pembuatan bendungan yang berfungsi juga sebagai pelimpas yang berlokasi pada mulut sungai.
  2. Perubahan duga muka air (DMA) + 4 meter
  3. Intake
Lay Out PLTA Danau
Gb 5. Lay Out PLTA Danau

PLTA Pasang surut
Air laut Pasang: Air laut memasuki teluk (sebagai kolam) melewati bangunan sentral, sehingga air laut mendorong sudu-sudu jalan (runner) dari turbin. Turbin memutarkan generator sehingga menghasilkan energi listrik. ama kelamaan kolam akan terisi oleh air laut sehingga permukaan air laut menjadi sama, berarti tenaga penggeraknya tidak ada dan turbin berhenti berputar.
Air Laut Surut: Pada saat air laut surut, permukaan air kolam lebih tinggi dari permukaan air laut. Air kolam akan mengalir ke Laut melalui bangunan sentral dan akan memutar sudu-sudu turbin yang seporos dengan generator sehingga didapat energi listrik kembali sampai terjadi air pasang lagi.
(a) Keadaan pasang (b) Keadaan surut
Gb 6. (a) Keadaan pasang (b) Keadaan surut

PLTA pompa
PLTA pompa dibangun dan dioperasikan untuk PLTA beban puncak. Air waduk bagian atas dan air waduk bagian bawah diatur untuk operasi harian akan mingguan.
PLTA pompa digunakan untuk mengatur / menunjang beban puncak sistem. Danau bagian atas biasanya mempunyai kapasitas tampung yang besar tetapi mempunyai daerah tangkapan hujan yang sempit, sedangkan danau bagian bawah mempunyai daerah tangkapan hujan yang luas
  1. Generator berfungsi sebagai motor
  2. Turbin berdiri sendiri terpisah dari pompanya
  3. Generator, turbin dan pompa terletak di dalam satu poros (pompa terletak paling bawah)
PLTA Pompa
Gb b7. PLTA Pompa

PLTA Kaskade
Pemanfaatan sungai, berarti sepanjang sungai dibangun beberapa PLTA, maka daerah PLTA itu disebut sistem Kaskade PLTA, dimana PLTA yang berada di bawah memanfaatkan air setelah digunakan oleh PLTA di atasnya.
Contoh : Kaskade PLTA S.Citarum ( Saguling, Cirata, dan Jati Luhur )

Prinsip Kerja Pembangki Listrik Tenaga Nuklir

pembangkit listrik tenaga nuklir
IlmuPengetahuan.Org – Pada dasarnya prinsip kerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN sama halnya dengan Pembangkit Listrik Konvensional. Dalam proses kerjanya, air akan diuapkan dalam suatu wadah (ketel) dengan melalui pembakaran. Dalam pembakaran tersebut akan menghasilkan uap yang akan dialirkan ke dalam turbin yang akan bergerak jika terdapat tekanan uap. Dalam proses tersebut turbin akan bergerak. Bergeraknya turbin ini berfungsi untuk menggerakkan generator yang akan menghasilkan energi listrik. Jika dalam Pembangkit Listrik Konvensional, bedanya yaitu bahan bakarnya dalam menghasilkan uap panas, yaitu dengan minyak, gas, atau batubara.
prinsip kerja pembangkit listrik tenaga nuklirProses dari pembakaran bahan bakar tersebut akan menghasilkan gas Karbon Dioksida atau CO2, Sulfur Dioksida SO2 dan juga Nitrogen Dioksida atau disebut juga Nox, selain itu pembakaran tersebut menghasilkan debu yang mengandung kadar logam berat. Sisa-sisa pembakaran tersebut di atas akan menjadi gas emisi ke udara dan berpotensi besar terhadap pencemaran lingkungan. Beberapa pencemaran lingkungan tersebut yaitu hujan asam dan pemanasan global (Global Warming).
Sedangkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, panas yang dipakai dihasilkan dari proses reaksi pembelahan inti Uranium di dalam reaktor nuklir. Sebagai bahan pemindah panas tersebut digunakanlah air yang secara terus-menerus disirkulasikan selama proses. Bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran ini, yang menggunakan Uranium tersebut tidak melepaskan partikel-partikel seperti Nox, CO2, ataupun SO2, serta tidak mengeluarkan partikel debu yang mengandung logam berar. Sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah pembangkit yang sangat ramah lingkungan. Di Indonesia juga berencana akan menggunakan pembangkit listrik jenis ini. Baca selengkapnya di : Pembangunan PLTN di Indonesia.

Materi Dan Energi


BAB II
PEMBAHASAN
MATERI DAN ENERGI
A. PENGERTIAN MATERI
Materi didefinisikan sebagai sesuatu yang mempunyai massa yang menempati ruang. Udara tersusun atas gas-gas yang tidak dapat dilihat, tapi dapat dibuktikan adanya. Dengan menghibaskan sehelai kertas, kita akan merasakan adanya angin. Angin adalah udara yang bergerak. Walau udara amat ringan, tapi dapat dibuktikan bahwa udara memiliki massa. Ikatan seutas tali tapat pada tangan-tangan sebatang kayu. Pada kedua ujung kayu itu masing-masing gantungkanlah sebuah balon yang sudah ditiup dan yang belum ditiup pada ujung yang lain. Apa yang terlihat? dari percobaan itu dapat disimpulkan bahwa udara memiliki massa dan menepati ruang.

1. Wujud Materi
Dikenal tiga macam wujud materi, yakni padat, cair dan gas. Zat padat memiliki bentuk dan volume tatap, selama tidak ada pengaruh dari luar. Contoh, bentuk volume sebatang emas tetap dimanapun emas itu berada.
Berbeda dengan zat cair, bentuk zat cair berubah-ubah mengikuti bentuk ruang yang ditempatinya. Didalam gas air akan mengambil bentuk ruang gelas, di dalam botol air akan mengambil bentuk ruang botol. Seperti zat padat volume zat cair juga tetap.
2. Massa dan Berat
Massa suatu benda menyatakan jumlah materi yang ada pada benda tersebut. Massa suatu benda tetap disegala tempat. Massa merupakan sifat dasar materi yang paling. Massa dan berat suatu benda yang tidak identik tetapi sering diaanggap sama; berat menyatakan gaya gravitasi bumi terhadap benda itu dan bergantung pada letak benda dari pusat bumi.
Berat sebuah benda dapat diukur langsung dengan menimbangnya, tapi masa sebuah benda dibumi dapat dihitung jika diketahui beratnya dan gaya gravitasi di tempat penimbangan itu dilakukan. Untuk itu, dipakailah neraca menimbang dengan neraca adalah membandingkan massa benda yang ditimbang dengan massa benda lain yang diketahui anak timbangannya. Dua benda yang massanya sama bila ditimbang ditempat yang sama, beratnya akan sama. Karena itu, yang dimaksud berat sebuah benda sebenarnya adalah massanya, maka timbul pengertian bahwa massa sama dengan berat.

3. Klasifikasi Materi
Suatu bahan dapat dikatakan serba sama (homogen) atau serba aneka (heterogen). Suatu benda yang seluruh bagiannya memiliki sifat-sifat yang sama disebut bahan homogen. Perhatikan larutan gula dalam air. Keseluruh bagian akan kita amati suatu cairan yang agak kekuning-kuningan dan bila pada setiap bagian kita ambil untuk dicicipi, terasa manis. Jadi, larutan gula ini bersifat homogen. Larutan memang suatu campuran yang serba sama, sedangkan tanah dan campuran minyak dengan air merupakan camputan heterogen.
Suatu bahan yang tersusun dari dua atau lebih zat-zat yang sifatnya berbeda disebut campuran. Komposisi campuran tidak tetap, melainkan bervariasi. Oleh sebab itu, akan kita kenal campuran homogen dan campuran heterogen. Zat-zat yang ditemukan di alam jarang sekali dalam keadaan murni. Pada umumnya ditemukan campuran heterogen. Lihat batu kapur, granit, batu pualam yang ditemukan, akan tampak jelas heterogenitas sifat-sifatnya.
Setiap materi yang homogen dan susunan kimianya tetap disebut zat atau subtansi. Setiap zat memiliki sifat fisika dan sifat kimia tertentu. Dikenal dua macam zat, yakni unsur dan senyawa. Zat yang dengan reaksi kimia biasa dapat diuraikan menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana disebut senyawa. Jadi air adalah senyawa. Zat yang dengan reaksi kimia tidak dapat diuraikan lagi menjadi zat-zat lain disebut unsur. Jadi Oksigen (O) dan hidrogen (H) adalah unsur. Menurut sifat-sifat, dikenal unsur logam dan nonlogam, Besi, tembaga, dan seng, misalnya adalah unsur logam, sedangkan Arang, Belerang dan fosfor adalah unsur nonlogam
4. Atom dan Molekul
Atom adalah satuan yang amat kecil dalam setiap bahan yang ada di sekitar kita. Sejak zaman kuno, filosof-filosof Yunani sudah memikirkan struktur materi. Bertentangan dengan ajaran makrokosmos, pada abad lima sebelum masehi, Leukippos dan demokritos telah mengembangkan ajaran mikrokosmos tentang hebatnya materi.
Struktur zat discountinue dan bahwa semua materi terdiri atas partikel-partikel yang amat kecil yang disebut atom (a = tidak, tomos = dibagi )[1]. Hal ini bertentangan dengan pendapat aristoteles yang menyatakan bahwa zat yang bersifat continue (dapat dibagi terus), kedua pendapat itu bersifat sangat spekulatif dan tidak dapat ditunjang oleh eksperimen.
Pada masa Robet Boyle, yakni pada abad ke 17, para ahli fisika mengembangkan sebuah teori baru tentang struktur materi, yakni teori molekul. Menurut pendapat ini partikel terkecil zat disebut molekul dan molekul-molekul zat yang sama akan sama semua sifatnya. Teori ini dapat menerangkan antara lain peristiwa diferensiasi zat, perubahan wujud gas dan sifat-sifat gas dengan memuaskan.
a. Teori Atom Dalton
Seorang guru sekolah di Inggris, berdasarkan obeservasi-obeservasi kuantitatifnya pada awal abad ke- 19 mengungkapakan teori atomnya yang terkenal yang dapat menerangkan kejadian-kejadian kimia[2]. Dengan teorinya ini, Dalton mampuh menerangkan dua buah hukum dasar ilmu kima, yakni Hukum Kekekalan Massa dari laviesier dan Hukum Ketetapan Perbandingan dari Proust. Hipotesis Dalton berpangkal dari anggapan Demokritos, kemudian menjadi besar teori atom antara lain sebagai berikut :
1) Tiap-tiap unsur terdiri dari partikel-partikel kecil yang disebut atom. Atom tidak dapat dibagi-bagi
2) Atom-atom unsur yang sama, sifatnya sama, atom dari unsur yang berbeda, sifatnya juga berbeda
3) Atom tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan
4) Reaksi kimia terjadi penggabungan atau pemisahan atom-atom
5) Senyawa ialah hasil reaksi atom-atom penyusunnya
5. Susunan Atom
Untuk menjelaskan berbagai pertanyaan yang masih belum terjawab oleh teori atom, maka orang harus mengetahui susunan atom. Misalnya, pertanyaan tentang apa penyebeab atom-atom terikat bersama-bersama sehingga membentuk zat yang lebih kompleks ? Mengapa atom suatu unsur dapat bereaksi dengan atom lain, mengapa atom tembaga berada dengan atom besi ? pengetahuan tentang susunan atom menjadi lebih jelas setelah penelitian-penelitian dari Sir Humphry Davy dan Michael Faraday, keduanya berasal dari inggris.
a. Penemuan Elektron Dan Proton
Elektron merupakan partikel atom pertama yang ditemukan. penemuan elektron berawal dari penyelidikan tentang listrik melalui gas-gas pada tekanan rendah. Joseph john thomson dan kawan-kawannya telah mela­kukan percobaan mengenai hantaran listrik melalui berbagai gas dengan menggunakan suatu tabung tertutup yang dapat dihampakan seperti tertera pada gambar berikut ini. pada ujung­-ujung tabung itu terdapat kutub listrik positif atau anoda dan kutub negatif atau katoda
Bila katoda dan anoda dihubungkan dengan sumber lis­trik bertegangan tinggi dan tekanan gas di dalam tabung di­.kurangi menjadi sangat kecil, yaitu sekitar 10-6 atmosfer, akan terjadi pancaran sinar yang berasal dari katoda dan menuju ke katoda. sinar itu disebut sinar katoda.
Sinar katoda mempunyai sifat cahaya, tetapi sinar itu juga mempunyai sifat-sifat lain. antara lain, sinar itu dapat menggerahkan baling-baling yang diletakkan dalam jalannya dan di dalam medan listrik sinar itu dibelokkan ke arah pelat elektroda positif. Sifat-sifat tersebut menunjukkan bahwa sinar katoda terdiri dari partikel-partikel bermuatan listrik negatif. partikel-partikel sinar katoda dilepaskan oleh atom-atom yang terdapat pada katoda. pada tahun 1897, j.j. thomson (1856-1940) membuktikan dengan eksperimen bahwa partikel sinar katoda tidak bergan­tung pada bahan katoda. partikel itu disebut elektron. berdasarkan pengamatan ini, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tiap atom unsur tentu mengandung elektron.
Seorang berkebangsaan jerman bernama e.goldstein pada tahun 1886 menemukan suatu sinar lain di dalam tabung sinar katoda. la menemukan bahwa apabila lempeng tabung katoda itu berlubang-lubang maka gas yang terdapat di belakang katoda akan berpijar.
b. Model Atom
Dalton menggambarkan atom sebagai bola padat yang tidak dapat dibagi lagi. dengan penemuan elektron, maka (1) model atom dalton diganti dengan (2) model atom thomson.Menurut thomson, atom berupa bola bermuatan positif dan pada tempat-tempat tertentu di dalam bola terdapat elektron-elek­tron, seperti kismis di dalam roti. jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif sehingga atom bersifat netral.
Model atom thomson mulai ditinggalkan ketika ernest rutherford pada tahun 1909, yang dibantu oleh hans geiger dan ernest marsden menemukan bukti-bukti baru tentang sifat-sifat atom. bukti-bukti itu diperoleh dari eksperimen yang disebut eksperimen penghabluran sinar alfa.
c. Model Atom Bohr
Pola atom rutherford masih memiliki kelemahan-kelemah­an yang serius. Misalnya, terhadap pertanyaan-pertanyaan: me­ngapa elektron-elektron yang bermuatan negatif tidak tertarik dan melekat pada inti yang positif?
Menurut teori mekanika klasik tentang cahaya, elektron yang bergerak harus disertai kehilangan tenaga kinetik elektron. Dengan demikian, kecepatan elektron itu semakin lama semakin berkurang, jaraknya terhadap inti semakin kecil, dan akhirnya elektron itu akan jatuh dan melekat pada inti. Di samping itu, terdapat beberapa pertanyaan yang tidak terjawab. Misalnya, apakah semua atom mempunyai jumlah elektron yang sama banyaknya? Apabila terdapat banyak elektron dalam sebuah atom, bagaimana elektron-elektron itu disusun? Apakah yang menyebabkan inti dan juga elektron-elektron tidak terlepas satu dari yang lain? Untuk mengatasi kelemahan model atom rutherford, bohr mengajukan pendapat yang revolusioner, yang sebagian bertentangan dengan mekanika klasik newton.
Menurut bohr, di sekitar inti itu hanya mungkin terdapat lintasan-lintasan elektron yang berjumlah terbatas; pada setiap lintasan itu bergerak sebuah elektron yang dalam gerakannya tidak memancarkan sinar. Jadi, dalam setiap keadaan station, elektron mengandung jumlah tenaga tetap dan terdapat dalam keadaan seimbang yang mantap.
B. PENGERTIAN ENERGI
Energi adalah suatu kemampuan untuk melakukan kerja atau kegiatan. Tanpa energi, duania ini akan diam atau beku. Dalam kehidupan manusia selalu terjadi kegiatan dan untuk kegiatan otak serta otot diperlukan energi. Energi itu diperoleh melalui proses oksidasi (pembakaran) zat makanan yang masuk kedalam tubuh berupa makanan. Kegiatan manusia lainnya dalam memproduksi barang, transportasi, dan lainnya juga memerlukan energi yang diperoleh dari bahan sumber energi atau sering disebut sumber daya alam (natural resources)
Sumber daya alam dibedakan menjadi dua kelompok[3], yaitu :
(1) Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) hampir tidak dapat habis, misalnya tumbuhan, hewan, air, tanah, sinar matahari, angin dan sebagainya
(2) Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) atau habis misalnya : minyak bumi atau batu bara
C. MACAM- MACAM ENERGI
1) Energi Mekanik
Energi mekanik dapat dibedakan atas dua pengertian yaitu : energi potensial dan energi kinetik. Jumlah kedua energi itu di namakan energi mekanik. Setiap benda mempunyai berat, maka baik dalam keadaan diam atau bergerak setiap benda memiliki energi. Misalnya energi yang tersimpan dalam air yang dibendung pada sebuah waduk yang bersifat tidak aktif dan di sebut energi potensial (energi tempat). Bila waduk dibuka, air akan mengalir dengan deras, sehingga energi air menjadi aktif. Mengalirnya air ini adalah dengan energi kinetik (tenaga gerak)
Air waduk pada contoh diatas juga memiliki energi potensial karena letaknya. Semakin tinggi letak air waduk terhadap permukaan air laut, semakin besar energi potensialnya. Secara matematis, kenyataan itu dapat dirumuskan sebagai berikut.
E = mgh
M = masa benda
G = besar grafitasi bumi
H = jarak ketinggian
Sedangkan besarnya energi kinetik dapat dirumuskan :
E = ½ m V
V = kecepatan gerak benda
Artinya suatu benda yang kecepatannya besar akan besar pula energi kinetiknya
2) Energi Panas
Energi panas juga sering disebut sebagai kalor. Pemberian panas kepada suatu benda dapat menyebabkan kenaikan suhu benda itu ataupun bahkan terkadang dapat menyebabkan perubahan bentuk, perubahan ukuran, atau perubahan volume benda itu
Ada tiga istilah yang penggunaannya sering kacau, yaitu panas, kalor, dan suhu. panas adalah salah satu bentuk energi. Energi panas yang berpindah disebut kalor, sementara suhu ada­lah derajat panas suatu benda.
Ketika merebus air berarti energi panas diberikan kepada air, yang berasal dari energi yang tersimpan di dalam bahan bakar kayu atau minyak tanah sehingga suhu air naik. Jika pemberian energi panas diteruskan sampai suhu air mencapai titik didihnya, maka air akan menguap dan berubah bentuk menjadi uap air.
Banyaknya energi panas yang diberikan dapat dihitung dengan menggunakan hubungan rumus:
Q = m x c t kalori, di mana Q = menyatakan banyaknya energi panas dalam kalori
m = menyatakan massa benda/zat yang mendapatkan energi panas
c = menyatakan kalor jenis benda/zat yang mendapatkan panas
t = menyatakan kenaikan (perubahan) suhu.
3) Energi Magnetik
Energi magnetik dapat dipahami dengan mengamati gejala yang timbul ketika dua batang magnet yang kutub-kutubnya saling didekatkan satu dengan yang lain. seperti diketahui bahwa setiap magnet mempunyai 2 macam kutub, yaitu kutub magnet utara dan kutub magnet selatan. jika dua batang magnet kutub-­kutubnya yang senama (u – u/s – s) saling didekatkan maka kedua magnet akan saling tolak-menolak. Sebaliknya, kedua magnet akan saling tarik-menarik apabila yang saling berdekatan adalah kedua kutub tidak senama (u-s).
Kedua kutub magnet memiliki kemampuan untuk saling melakukan gerakan. kemampuan itu adalah energi yang tersim­pan di dalam magnet dan energi inilah yang disebut sebagai Energi magnetik. Semakin besar energi magnetik yang dimiliki oleh suatu magnet, semakin besar pula gaya yang ditimbulkan oleh magnet itu
Pengertian tentang energi magnetik akan bertambah jelas jika dipahami melalui suatu penelitian medan magnet di sekitar kutub suatu magnet terdapat medan magnet, yaitu ruangan atau daerah di sekeliling kutub magnet di mana energi magnetik masih dapat dirasakan.
Hal ini dapat diperhatikan gejalanya apabila suatu benda kecil maupun suatu magnet yang lemah diletakkan sekitar suatu kutub magnet, maka benda kecil atau magnet yang lemah itu akan bergerak. Ini berarti di sekeliling magnet yang menimbulkan medan magnet ada kemampuan untuk menggerakkan benda lain. kemampuan tersebut tidak lain adalah energi magnetik. Magnet akan dapat menarik benda lain apabila benda tersebut dalam bentuk magnet. Benda yang dapat menjadi magnet yaitu besi, dan baja.

4) Energi listrik
Energi listrik ditimbulkan/dibangkitkan melalui bermacam­-macam cara. misalnya: (1) dengan sungai atau air terjun yang memiliki energi kinetik; (2) dengan energi angin yang dipakai untuk menggerakkan kincir angin; (3) dengan menggunakan accu (energi kimia); (4) dengan menggunakan tenaga uap yang dapat memutar generator listrik; (5) dengan menggunakan tenaga diesel; dan (6) dengan menggunakan tenaga nuklir. kegunaan dari energi listrik dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali yang dapat dirasakan, terutama di kehidupan kota-kota besar, bahkan sebagai penerangan yang sekarang sudah digunakan sampai jauh ke pelosok pedesaan

5) Energi Kimia
Yang dimaksud dengan energi kimia ialah energi yang diperoleh melalui suatu proses kimia. Energi yang dimiliki ma­nusia dapat diperoleh dari makanan yang dimakan melalui pro­ses kimia. Jika kedua macam atom-atom karbon dan atom oksigen, tersebut dapat bereaksi, akan terbentuk molekul baru yaitu karbondioksida. bergabungnya kedua atom tersebut memerlu­kan energi. kalori tersebut dikenal sebagai energi kimia. bila kedua atom yang telah tergabung dipisahkan, maka akan mele­paskan energi. energi yang terbebas disebut energi eksoterm pada reaksi korek api, juga dihasilkan energi panas yang melalui suatu proses kimia.
Bertambah jelaslah kiranya untuk memahami adanya energi yang disebut energi kimia melalui pengertian yang disebut reaksi eksoterm di mana berlangsungnya reaksi kimia disertai pembebasan kalori yang disebut energi kimia.



6) Energi Bunyi
Bunyi dapat juga diartikan getaran sehingga energi bunyi berarti juga getaran. Getaran selaras mempumyai energi dua macam, yaitu energi potensial dan energi kinetik. Melalui pemba­hasan secara matematis dapat ditunjukkan bahwa jumlah kedua macam energi pada suatu getaran selaras adalah selalu tetap dan besarnya tergantung massa, simpangan, dan waktu getar atau periode. Untuk contoh yang lebih jelas mengenai adanya energi bunyi atau energi getaran yaitu apabila orang melihat jatuhnya sebuah benda dari ketinggian tertentu.
Pada saat benda itu jatuh di suatu lantai, energi kinetiknya berubah menjadi energi panas dan juga energi getaran, yaitu timbulnya suatu getaran pada lantai yang menimbulkan bunyi. Apabila getaran yang ditun­jukkan itu sangat besar, akan dapat dirasakan adanya energi getarannya yaitu dengan terlihatnya getaran pada benda-benda lain di sekitarnya. Meledaknya suatu bom menimbulkan getaran yang hebat dan energi getarannya mampu merobohkan bangunan ataupun memecahkan kaca-kaca yang tebal.
Gendang telinga manusia juga hanya mampu menerima energi getaran yang ditimbulkan oleh sumber getar yang fre­kuensi paling rendahnya adalah 16 geteran per detik (hertz) dan paling besar 20.000 getaran per detik.

7) Energi Nuklir
Energi nuklir merupakan hasil dari reaksi fisi yang terjadi pada inti atom. Dewasa ini, reaksi inti yang banyak digunakan oleh manusia untuk menghasilkan energi nuklir adalah reaksi yang terjadi antara partikel dengan inti atom yang digolongkan dalam kelompok heavy atom seperti aktinida.
Berbeda dengan reaksi kimia biasa yang hanya mengubah komposisi molekul setiap unsurnya dan tidak mengubah struktur dasar unsur penyusun molekulnya, pada reaksi inti atom atau reaksi fisi, terjadi perubahan struktur inti atom menjadi unsur atom yang sama sekali berbeda.
Pada umumnya, pembangkitan energi nuklir yang ada saat ini memanfaatkan reaksi inti antara neutron dengan isotop uranium-235 (235U) atau menggunakan isotop plutonium-239 (239Pu). Hanya neutron dengan energi berkisar 0,025 eV atau sebanding dengan neutron berkecepatan 2200 m/ detik akan memiliki probabilitas yang sangat besar untuk bereaksi fisi dengan 235U atau dengan 239Pu.
Neutron merupakan produk fisi yang memiliki energi dalam kisaran 2 MeV. Agar neutron tersebut dapat beraksi fisi dengan uranium ataupun plutonium diperlukan suatu media untuk menurunkan energi neutron ke kisaran 0,025 eV, media ini dinamakan moderator. Neutron yang melewati moderator akan mendisipasikan energi yang dimilikinya kepada moderator, setelah neutron berinteraksi dengan atom-atom moderator, energi neutron akan berkisar pada 0,025 eV.

8) Energi Cahaya atau Cahaya
Energi cahaya terutama cahaya matahari banyak diperlu­kan terutama oleh tumbuhan yang berhijau daun. tumbuhan itu membutuhkan energi cahaya untuk mengadakan proses foto­sintesis. Dengan kemajuan teknologi, saat ini dapat juga digunakan energi dari sinar yang dikenal dengan nama sinar laser. yang dimaksud dengan sinar laser ialah sinar pada suatu gelombang yang sama dan yang amat kuat. Sinar laser banyak sekali digunakan dan meliputi banyak bidang, misalnya dalam bidang industri besar digunakan dalam pembuatan senjata laser yang dapat menembus baja yang tebalnya 2 cm dan lain-lainnya.
Peng­gunaan sinar laser dalam bidang kesehatan menunjukkan bahwa banyak penyakit-penyakit yang dapat dimusnahkan dengan sinar laser. sudah bukan menjadi persoalan lagi bagi para yang mempergunakan sinar laser. seperti halnya perawatan yang berasal dari china yang terkenal dengan akupuntur, pera­watan dengan cara ini telah dimodernisir oleh ahli-ahli dunia barat. baru-baru ini, sebuah perusahaan di ottenburn telah : membuat pesawat istimewa untuk mengadakan akupuntur, yaitu dengan perantaraan sinar laser.
keuntungan akupuntur laser jika dibandingkan dengan akupuntur biasa ialah bahwa waktu perawatan jauh lebih singkat dan jauh lebih ringan. pera­watan dengan laser itu tidak dapat memasukkan hama ke dalam badan. pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman di china yang dikumpulkan dalam ribuan tahun dan saat ini dilengkapi dengan pengetahuan modern tentang ilmu hayat serta ilmu faal tubuh. dengan demikian, para dokter dapat mengadakan pera­watan akupuntur laser yang lebih baik dan lebih lengkap.
9) Energi Matahari
Energi matahari merupakan energi yang utama bagi kehidupan di bumi ini. Berbagai jenis energi, baik yang terbarukan maupun tak-terbarukan merupakan bentuk turunan dari energi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Energi yang merupakan turunan dari energi matahari misalnya :
  • Energi angin yang timbul akibat adanya perbedan suhu dan tekanan satu tempat dengan tempat lain sebagai efek energi panas matahari.
  • Energi air karena adanya siklus hidrologi akibat dari energi panas matahari yang mengenai bumi.
  • Energi biomassa karena adanya fotosintesis dari tumbuhan yang notabene menggunakan energi matahari.
  • Energi gelombang laut yang muncul akibat energi angin.
  • Energi fosil yang merupakan bentuk lain dari energi biomassa yang telah mengalami proses selama berjuta-juta tahun
Selain itu energi panas matahari juga berperan penting dalam menjaga kehidupan di bumi ini. Tanpa adanya energi panas dari matahari maka seluruh kehidupan di muka bumi ini pasti akan musnah karena permukaan bumi akan sangat dingin dan tidak ada mahluk yang sanggup hidup di bumi. Energi Panas Matahari sebagai Energi Alternatif.
Energi panas matahari merupakan salah satu energi yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan lebih lanjut sebagai sumber cadangan energi terutama bagi negara-negara yang terletak di khatulistiwa termasuk Indonesia, dimana matahari bersinar sepanjang tahun. Dapat dilihat dari gambar di atas bahwa energi matahari yang tersedia adalah sebesar 81.000 TerraWatt sedangkan yang dimanfaatkan masih sangat sedikit.
Ada beberapa cara pemanfaatan energi panas matahari yaitu:
1. Pemanasan ruangan
2. Penerangan ruangan
3. Kompor matahari
4. Pengeringan hasi pertanian
5. Distilasi air kotor
6. Pemanasan air
7. Pembangkitan listrik



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
  1. Dunia benda terdiri atas materi dan energi. Tubuh organisme dibangun oeh materi dan hidupnya bergantung pada energi.
  2. Materi didefinisikan sebagai sesuatu yang mempunyai massa yang menempati ruang.
  3. Wujud materi, yakni padat, cair dan gas
    1. Massa dan berat suatu benda yang tidak identik tetapi sering dianggap sama
    2. Atom adalah satuan yang amat kecil dalam setiap bahan yang ada di sekitar kita
    3. Menurut teori mekanika klasik tentang cahaya, elektron yang bergerak harus disertai kehilangan tenaga kinetik
  4. Energi adalah suatu kemampuan untuk melakukan kerja atau kegiatan
  5. Energi, duania ini akan diam atau beku
  6. Ada beberapa cara pemanfaatan energi panas matahari yaitu:
v Pemanasan ruangan
v Penerangan ruangan
v Kompor matahari
v Pengeringan hasi pertanian
v Distilasi air kotor
v Pemanasan air
v Pembangkitan listrik
B. KRITIK – SARAN
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan rangkuman kami. Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku ilmiah dan buku-buku Ilmu Alamiah Dasar lainnya yang berkaitan dengan judul “MATERI DAN ENERGI”.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.proyeksi.com/berita/teknologi/0310806_nuklir.htm
http://kamase.org/2007/09/30/berbagai-aplikasi-energi-matahari/
Jasin Maskoeri:1986,Ilmu Alamiah Dasar, PT. Raja grafindo Persada, Jakarta
Mawardi, Drs. Ir. Nur hidayati: 2007,IAD IBD ISD, CV. Pustaka Setia, Bandung

Perubahan Bunyi Dalam Bahasa Indonesia

 Oleh Masnur Muslich
Fakultas Sastra Unversitas Negeri Malang

Dalam premis telah disebutkan bahwa bunyi-bunyi lingual condong berubah karena lingkungannya. Dengan demikian, perubahan bunyi tersebut bisa berdampak pada dua kemungkinan. Apabila perubahan itu tidak sampai membedakan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut masih merupakan alofon atau varian bunyi dari fonem yang sama. Dengan kata lain. perubahan itu masih dalam lingkup perubahan fonetis. Tetapi, apabila perubahan bunyi itu sudah sampai berdampak pada pembedaan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut merupakan alofon dari fonem yang berbeda. Dengan kata lain, perubahan itu disebut sebagai perubahan fonemis.
Jenis-jenis perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, disimilasi, modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis, sebagaimana uraian berikut.

A.Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
Perhatikan contoh berikut.
1.Kata bahasa Inggris top diucapkan [tOp’] dengan [t] apiko-dental. Tetapi, setelah mendapatkan [s] lamino-palatal pada stop, kata tersebut diucapkan [stOp’] dengan [t] juga lamino-palatal. Dengan demikian dapat disim-pulkan bahwa [t] pada [stOp’] disesuaikan atau diasimilaskan artikulasinya dengan [s] yang mendahuluinya sehingga sama-sama lamino-palatal. Jika bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan disebut asimilasi progresif.
2.Kata bahasa Belanda zak ‘kantong’ diucapkan [zak’] dengan [k] velar tidak bersuara, dan doek ‘kain’ diucapkan [duk’] dengan [d] apiko-dental bersuara. Ketika kedua kata itu digabung, sehingga menjadi zakdoek ‘sapu tangan’, diucapkan [zagduk’]. Bunyi [k] pada zak berubah menjadi [g] velar bersuara karena dipengaruhi oleh bunyi [d] yang mengikutinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa [k] pada [zak’] disesuaikan atau diasimilasikan artikulasi dengan bunyi [d] yang mengikutinya sehingga sama-sama bersuara. Jika bunyi yang diasimilasikan terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikan disebut asimilasi regresif.
3.Kata bahasa Batak Toba holan ho ‘hanya kau’ diucapkan [holakko], suan hon diucapkan [suatton]. Bunyi [n] pada holan dan bunyi [h] pada ho saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi [k], sedangkan [n] pada suan dan [h] pada hon saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi [t]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut, yaitu [n] dan [h], [n] dan [h] saling disesuaikan. Jika kedua bunyi saling mengasimilasikan sehingga menimbulkan bunyi baru disebut asimilasi resiprokal.
Dilihat dari lingkup perubahannya, asimilasi pada contoh 1 tergolong asimilasi fonetis karena perubahannya masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, yaitu fonem /t/. Asimilasi pada contoh 2 juga tergolong asimilasi fonetis karena perubahan dari [k’] ke [g’] dalam posisi koda masih tergolong alofon dari fonem yang sama. Sedangkan asimilasi pada pada contoh 3 tergolong asimilasi fonemis karena perubahan dari [n] ke [k] dan [h] ke [k] (pada holan ho > [holakko]), serta perubahan dari [n] ke [t] dan [h] ke [t] (pada suan hon > [su-atton]) sudah dalam lingkup antarfonem. Bunyi [n] merupakan alofon dari fo-nem /n/, bunyi [k] merupakan alofon dari fonem /k/. Begitu juga, bunyi [h] merupakan alofon dari fonem /h/, dan bunyi [t] merupakan alofon dari fonem /t/.
Dalam bahasa Indonesia, asimilasi fonetis terjadi pada bunyi nasal pada kata tentang dan tendang. Bunyi nasal pada tentang diucapkan apiko-dental karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal pada tendang diucapkan apiko-alveolar karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [d], juga apiko-alveolar. Perubahan bunyi nasal tersebut masih dalam lingkup alofon dari fonem yang yang sama.
Asimilasi fonemis terlihat pada contoh berikut. Kalimat bahasa Belanda Ik eet vis ‘saya makan ikan’, kata vis – yang biasa diucapkan [vis] – pada kalimat tersebut diucapkan [fis] dengan frikatif labio-dental tidak bersuara karena dipengaruhi oleh kata eet [i:t’] yang berakhir dengan bunyi stop apiko-alveolar tidak bersuara. Perubahan atau penyesuaian dari [v] ke [f] merupakan lingkup dua fonem yang berbeda karena bunyi [v] merupakan alofon dari fonem /v/, dan bu-nyi [f] meru[akan alofon dari fonem /f/.

B.Disimilasi
Kebalikan dari asimilasi, disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.
Perhatikan contoh berikut!
1.Kata bahasa Indonesia belajar [bəlajar] berasal dari penggabungan prefiks ber [bər] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada perubahan menjadi berajar [bərajar] Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [bəlajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi fonemis.
2.Secara diakronis, kata sarjana [sarjana] berasal dari bahasa Sanskerta sajjana [sajjana]. Perubahan itu terjadi karena adanya bunyi [j] ganda. Bunyi [j] yang pertama diubah menjadi bunyi [r]: [sajjana] > [sarjana]. Ka-rena perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [j] merupakan alofon dari fonem /j/ dan [r] merupakan alofon dari fonem /r/, maka perubahan itu disebut disimilasi fonemis.
3.Kata sayur-mayur [sayUr mayUr] adalah hasil proses morfologis peng-ulangan bentuk dasar sayur [sayUr]. Setelah diulang, [s] pada bentuk dasar [sayUr] mengalami perubahan menjadi [m] sehingga menjadi [sayUr mayUr]. Karena perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [s] merupakan alofon dari fonem /j/ dan [m] merupakan alofon dari fonem /m/, maka perubahan itu juga disebut disimilasi fonemis.

C.Modifikasi Vokal
Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Perubahan ini sebenarnya bisa dimasukkan ke dalam peristiwa asimilasi, tetapi karena kasus ini tergolong khas, maka perlu disendirikan.
Perhatkan contoh berikut!
1.Kata balik diucapkan [balī?], vokal i diucapkan [ī] rendah. Tetapi ketika mendapatkan sufiks –an, sehingga menjadi baikan, bunyi [ī] berubah menjadi [i] tinggi: [balikan]. Perubahan ini akibat bunyi yang mengikutinya. Pada kata balik, bunyi yang mengikutinya adalah glotal stop atau hamzah [?], sedangkan pada kata balikan, bunyi yang mengikutinya adalah dorso-velar [k]. Karena perubahan dari [ī] ke [I] masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, maka perubahan itu disebut modifikasi vokal fonetis.
Sebagai cacatan, perubahan itu bisa juga karena perbedaan struktur silaba. Pada bunyi [ī], ia sebagai nuklus silaba yang diikuti koda (lik pada ba-lik), sedangkan pada bunyi [i], ia sebagai nuklus silaba yang tidak diikuti koda (li pada ba-li-kan).
2.Kata toko, koko, oto masing-masing diucapkan [toko], [koko], [oto]. Sementara itu, kata tokoh, kokoh, otot diucapkan [tOkOh], [kOkOh], [OtOt’]. Bunyi vokal [O] pada silaba pertama pada kata kelompok dua dipengaruhi oleh bunyi vokal pada silaba yang mengikutinya. Karena vokal pada silaba kedua adalah [O], maka pada silaba pertama disesuaikan menjadi [O] juga. Karena perubahan ini masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, yaitu fonem /o/, maka perubahan itu disebut modifikasi vokal fonetis. Pola pikir ini juga bisa diterapkan ada bunyi [o] pada kata-kata kelompok satu. (Coba jelaskan!)
Kalau diamati, perubahan vokal pada contoh 1 terjadi dari vokal rendah ke vokal yang lebih tinggi. Modifikasi atau perubahan vokal dari rendah ke tinggi oleh para linguis disebut umlaut. Ada juga yang menyebut metafoni. Sementara itu, perubahan vokal pada contoh 2 terjadi karena pengaruh dari vokal yang lain pada silaba yang mengikutinya. Perubahan vokal jenis ini biasa disebut harmoni vokal atau keselarasan vokal.
Selain kedua jenis perubahan vokal tersebut, ada juga perubahan vokal yang disebut ablaut (Ada juga yang menyebut apofoni atau gradasi vokal). Perubahan vokal jenis ini bukan karena pengaruh struktur silaba atau bunyi vokal yang lain pada silaba yang mengikutinya, tetapi lebih terkait dengan unsur morfologis. Misalnya, perubahan vokal kata bahasa Inggris dari sing [sīŋ] ‘menyanyi’ menjadi sang [sєŋ], sung [sαŋ]. Perubahan vokal jenis ini juga bisa disebut modifikasi internal.

D. Netralisasi
Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Untuk menjelaskan kasus ini bisa dicermati ilustrasi berikut. Dengan cara pasangan minimal [baraŋ] ‘barang’– [paraŋ] ‘parang’ bisa disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada fonem /b/ dan /p/. Tetapi dalam kondisi tertentu, fungsi pembeda antara /b/ dan /p/ bisa batal – setidak-tidaknya bermasalah – karena dijumpai bunyi yang sama. Misalnya, fonem /b/ pada silaba akhir kata adab dan sebab diucapkan [p’]: [adap] dan [səbap’], yang persis sama dengan pengucapan fonem /p/ pada atap dan usap: [atap’] dan [usap’]. Me-ngapa terjadi demikian? Karena konsonan hambat-letup-bersuara [b] tidak mungkin terjadi pada posisi koda. Ketika dinetralisasilkan menjadi hambat-tidak bersuara, yaitu [p’], sama dengan realisasi yang biasa terdapat dalam fonem /p/.
Kalau begitu, apakah kedua bunyi itu tidak merupakan alofon dari fonem yang sama? Tidak! Sebab, dalam pasangan minimal telah terbukti bahwa terdapat fonem /b/ dan /p/. Prinsip sekali fonem tetap fonem perlu diberlakukan. Kalau toh ingin menyatukan, beberapa ahli fonologi mengusulkan konsep arkifonem, yang anggotanya adalah fonem /b/ dan fonem /p/. Untuk mewakili kedua fonem tersebut, nama arkifonemnya adalah /B/ (huruf b kapital karena bunyi b yang paling sedikit dibatasi distribusinya).

E. Zeroisasi
Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia, asal saja tidak mengganggu proses dan tujuan komunikasi. Peristiwa ini terus berkembang karena secara diam-diam telah didukung dan disepakati oleh komunitas penuturnya.
Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian kata tak atau ndak untuk tidak, tiada untuk tidak ada, gimana untuk bagaimana, tapi untuk tetapi. Padahal, penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi, karena demi kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung.
Dalam bahasa Inggris, zeroisasi ini sudah merupakan pola sehingga ‘bernilai sama’ dengan struktur lengkapnya. Misalnya:
- shall not disingkat shan’t
- will not disingkat won’t-
- is not
disingkat isn’t
- are not disingkat aren’t
- it is atau it has disingkat it’s.
Zeroisasi dengan model penyingkatan ini biasa disebut kontraksi.
Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis, yaitu aferesis, apokop, dan sinkop.
1.Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, peperment menjadi permen, upawasa menjadi puasa

2.Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Misalnya: president menjadi presiden, pelangit menjadi pelangi, mpulaut menjadi pulau


3.Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata. Misalnya: baharu menjadi baru, dahulu menjadi dulu, utpatti menjadi upeti.

F.Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis ini tidak banyak. Hanya beberapa kata saja. Misalnya: kerikil
menjadi kelikir, jalur menjadi lajur, brantas menjadi bantras
Metatesis ini juga bisa dilihat secara diakronis. Misalnya: lemari berasal dari bahasa Portugis almari, Rabu berasal dari bahasa Arab Arba. rebab berasal dari bahasa Arab arbab.

G.Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenya-ringan sehingga tetap dalam satu silaba.
Kata anggota [aŋgota] diucapkan [aŋgauta], sentosa [səntosa] diucapkan [səntausa]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal tunggal [o] ke vokal rangkap [au], tetapi tetap dalam pengucapan satu bunyi puncak. Hal ini terjadi karena adanya upaya analogi penutur dalam rangka pemurnian bunyi pada kata tersebut. Bahkan, dalam penulisannya pun disesuaikan dengan ucapannya, yaitu anggauta dan sentausa. Contoh lain:
- teladan [təladan] menjadi tauladan [tauladan]=> vokal [ə] menjadi [au]
- topan [tOpan] menjadi taufan[taufan] => vokal [O] menjadi [au]

H. Monoftongisasi
Kebalikan dari diftongisasi adalah monoftongisasi, yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (difftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.
Kata ramai [ramai] diucapkan [rame], petai [pətai] diucapkan [pəte]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap [ai] ke vokal tunggal [e]. Penulisannya pun disesuaikan menjadi rame dan pete. Contoh lain:
- kalau [kalau] menjadi [kalo]
- danau [danau] menjadi [dano]
- satai [satai] menjadi [sate]
- damai [damai] menjadi [dame]

I.Anaptiksis
Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsoanan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah. Dalam bahasa Indonesia, penambahan bunyi vokal lemah ini biasa terdapat dalam kluster. Misalnya:
- putra menjadi putera
- putri menjadi puteri
- bahtra menjadi bahtera
- srigala menjadi serigala
- sloka menjadi seloka
Akibat penambahan [ə] tersebut, berdampak pada penambahan jumlah silaba. Konsonan pertama dari kluster yang disisipi bunyi [ə] menjadi silaba baru dengan puncak silaba pada [ə]. Jadi, [tra] menjadi [tə+ra], [tri] menjadi [tə+ri], [sri] menjadi [sə+ri], dan [slo] menjadi [sə+lo].
Apabila dikelompokkan, anaptiksis ini ada tiga jenis, yaitu protesis, epentesis, dan paragog.
1.Protesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata. Misalnya:
- mpu menjadi empu
- mas menjadi emas
- tik menjadi ketik
2.Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata. Misalnya:
- kapak menjadi kampak
- sajak menjadi sanjak
- upama menjadi umpama
3.Paragog adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata. Misalnya:
- adi menjadi adik
- hulubala menjadi hulubalang
- ina menjadi inang

Bahan Pendalaman:
1.Pada asimilasi progresif, dari mana diketahui bahwa bunyi yang diasimilasi-kan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan? Berikan alasan yang jelas beserta contohnya!
2.Peristiwa asimilasi bisa dilihat secara sinkronis dan diakronis. Apa maksudnya? Berikan ilustrasi yang jelas!
3.Mengapa peristiwa labialisasi dan palatalisasi tidak dimasukkan dalam asimilasi ?
4.Berikan penjelasan tentang netralisasi atas fonem /g/ dan /k/ dalam bahasa Indonesia disertai contoh!
5.Secara sinkronis, dari mana bisa diketahui bahwa suatu bunyi itu termasuk peristiwa zeroisasi? Buktikan!
6.Peristiwa monoftongisasi dilatarbelakangi oleh sikap pemudahan ucapan atas bunyi-bunyi diftong. Pada peristiwa diftongisasi, apa yang melatarbelakanginya? Jelaskan dan berikan contoh!
7.Berikan komentar atas kasus-kasus berikut!
(a) auto mobil hanya disebut mobil
(b) bagai ini disebut begini
(c) al salam menjadi assalam
(d) mahardhika menjadi merdeka
(e) in-port menjadi impor

Uraian lebih lanjut silakan baca Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia oleh Masnur Muslich (Bumi Aksara, 2008)

Kanjian Fonologi

 

KAJIAN FONOLOGI
*Hasan Busri*


1. Pendahuluan
Bahasa pada hakikatnya adalah bunyi. Dalam menggunakan bahasa, bunyi yang diucapkan berhubungan dengan arti tertentu. Seseorang yang menguasai bahasa tertentu dapat mengenal bunyi-bunyi itu dirangkaikan, sehingga merupakan ujaran yang bermakna. Demikian juga seorang penelaah/peneliti bahasa yang akan mendapatkan deskripsi atau hasil yang memuaskan, perlu mengetahui bunyi-bunyi bahasa dan pemakaiannya. Tanpa menguasai ilmu bunyi tersebut, mustahil akan mendapatkan hasil yang baik.
Bunyi-bunyi bahasa dalam suatu ujaran dapat diidentifikasi dengan metode atau teknik yang baisa digunakan dalam penelitian bahasa. Cabang linguistik yang mempelajari, menelaah, mengkaji bunyi bahasa pada umumnya disebut fonologi. Fonologi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, fonetik dan fonemik. Dua istilah inilah yang akan dikaji lebih lanjut.

2. Fonetik
Secara singkat dapat dikatakan bahwa fonetik merupakan studi tentang bunyi-bunyi ujaran. Sebagai ilmu, fonetik berusaha menemukan kebenaran-kebenaran umum dan memformulasikan hukum tentang bunyi-bunyi itu dan pengucapannya. Untuk membentuk kemahiran, fonetik menggunakan data deskriptif dasar dari fonetik ilmiah untuk memberikan kemungkinan-kemungkinan pengenalan dan produksi (pengucapan) bunyi-bunyi ujaran. Bunyi-bunyi ujaran dapat dipelajari dalam tiga aspek kajian. Pertama, bunyi dahasa dapat dipelajari dari aspek ujaran-ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kajian ini dikenal dengan istilah fonetik artikulatoris. Kedua, bunyi bahasa dapat dipelajari pula dari aspek gelombang bunyi yang dihasilkan (diutarakan) dari suatu ucapan dan kemudian gelombang bunyi tersebut menggetarkan udara yang dilalui. Kajian ini dengan istilah fonetik akustik. Kajian ini banyak berhubungan dengan ilmu fisika. Ketiga, bunyi bahasa dapat juga dipelajari dari aspek penerimaan gelombang bunyi oleh alat pendengaran manusia.Kajian ini dikenal dengan istilah fonetik auditoris. Kajian ini juga banyak berhubungan dengan organ sistem pendengaran terutama telinga dan syaraf-syaraf otak yang memproses penerimaan bunyi tersebut, sehingga dapat dimengerti. Kajian ini berkaitan erat dengan bidang ilmu kedokteran, terutama dengan bidang kedokteran syaraf (neurologi).

2.1 Alat-alat Ucap Manusia
Pemahaman terhadap fungsi alat ucap manusia dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa, merupakan hal yang sangat penting dalam suatu kajian bahasa. Sebab, sesorang tidak akan dapat memahami sebaik-baiknya tentang alat ucap yang menghasilkan bunyi tersebut, tanpa memahami bagaimana alat ucap menghasilkan bunyi bahasa.
Sumber dari bunyi bahasa adalah paru-paru. Paru-paru berkembang dan berkempis untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Melalui saluran di tenggorokan, udara keluar melalui mulut atau hidung. Dalam perjalanan melalui mulut atau hidung ini ada kalanya udara itu dibendung oleh salah satu bagian dari mulut sebelum kemudian dilepaskan. Hasil bendungan udara inilah yang menghasilkan bunyi.
Udara yang dihembuskan oleh paru-paru keluar melewati suatu daerah yang dinamakan daerah glotal. Udara ini kemudian lewat lorong yang dinamakan faring (pharynx). Dari faring itu ada dua jalan: yang pertama melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut. Semua bunyi yang dibuat dengan udara melalui hidung disebut bunyi nasal. Sementara itu, bunyi yang udaranya keluar melewati mulut dinamakan bunyi oral. Perhatikan gambar berikut ini.













Keterangan:
1.bibir atas 9. ujung lidah
2.bibir bawah 10. daun lidah
3.gigi atas 11. depan lidah
4.gigi bawah 12. belakang lidah
5.gusi (alveolum} 13. akar lidah
6.langit-langit keras (palatum) 14. epiglotis
7.langit-langit lunak (velum) 15. pita suara
8.anak tekak (uvula 16. faring

Pada rongga mulut terdapat dua bagian: bagian atas dan bagian bawah mulut. Bagian atas mulut umumnya tidak bergerak (disebut titik artikulasi), sedangkan bagian bawah mulut dapat digerakkan (disebut artikulator). Bagian-bagian ini adalah sebagaimana diuraikan berikut ini.
(a)Bibir: bibir atas dan bibir bawah. Kedua bibir ini dapat dirapatkan untuk membentuk bunyi yang dinamakan bilabial yang artinya dua bibir bertemu. Bunyi seperti [p], [b], dan [m] adalah bunyi bilabial.
(b)Gigi: untuk ujaran hanya gigi ataslah yang mempunyai peran. Gigi ini dapat berlekatan dengan bibir bawah untuk membentuk bunyi yang dinamakan labiodental. Contoh bunyi seperti ini adalah bunyi: [f} dan [v]. Gigi juga dapat berlekatan dengan ujung lidah untuk membentuk bunyi dental, seperti bunyi [d] dan [t] dalam bahasa Indonesia.
(c)Alveolar: daerah ini berada persis di belakang pangkal gigi atas. Pada alveolar dapat ditempelkan ujung lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi alveolar. Bunyi [t] dan [d] dalam bahasa Inggris adalah contoh bunyi alveolar.
(d)Langit-langit Keras (hard palate): daerah ini ada di rongga atas mulut, persis di belakang daerah alveolar. Pada daerah ini dapat ditempelkan bagian depan lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan alveopalatal, sperti bunyi [c] dan [j].
(e)Langit-langit Lunak (Soft palate): daerah ini, yang juga dinamakan velum, ada di bagian belakang rongga mulut atas. Pada langit-langit lunak dapat dilekatkan bagian belakang lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi velar, seperti bunyi [k] dan [g].
(f)Uvula: pada ujung rahang atas terdapat tulang lunak yang dinakan uvula. Uvula dapat digerakkan untuk menutup saluran ke hidung atau membukanya. Bila uvula tidak berlekatan dengan bagian atas laring, maka bunyi udara keluar melalui hidung. Bunyi inilah yang dinamakan bunyi nasal. Sebaliknya bila uvula berlekatan dengan dinding laring, maka udara disalurkan melalui mulut dan menghasilkan bunyi yang dinamakan oral.
(g)Lidah: pada rahang bawah, di samping bibir dan gigi, terdapat pula lidah. Lidah merupakan bagian mulut yang fleksibel; dapat digerakkan dengan lentur. Lidah dibagi menjadi beberapa bagian:
(a)Ujung Lidah (tip of the tongue), yakni bagian paling depan dari lidah.
(b)Mata Lidah (blade), yakni, bagian yang berada persis di belakang ujung lidah.
(c)Depan lidah (front), yakni, bagian yang sedikit agak ke tengah, tetapi masih tetap di depan.
(d)Belakang lidah, yakni bagian yang ada di bagian belakang dari lidah.
(h)Pita Suara (Vocal Cords): pita suara adalah sepasang selaput yang berada di jakun (larynx). Selaput ini dapat dirapatkan., dapat direnggangkan, dan dapat dibuka lebar. Status selaput suara ini ikut menentukan perbedaan antara satu konsonan dengan konsonan yang lain.
(i)Faring (Pharynx): saluran udara menuju rongga mulut atau rongga hidung.
(j)Rongga Hidung: rongga untuk bunyi-bunyi nasal, seperti [m] dan [n].
(k)Rongga Mulut: untuk bunyi-bunyi oral seperti [p], [b], [a], dan [i].

2.2 Pembentukan Bunyi Bahasa
Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernapasan sebagai sumber tenaganya. Pada saat kita mengeluarkan napas, paru-paru kita menghembuskan tenaga yang berupa arus udara. Arus udara itu dapat mengalami perubahan pada pita suara yang terletak pada pangkal tenggorokan atau laring. Arus udara dari paru-paru itu dapat membuka kedua pita suara yang merapat sehingga menghasilkan ciri-ciri bunyi tertentu. Gerakam membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan udara di sekitar pita suara bergetar. Perubahan bentuk saluran suara yang terdiri atas rongga faring, rongga mulut, rongga hidung, menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda-beda. Udara yang keluar dari paru-paru dapat melalui rongga mulut, rongga hidung, rongga mulut dan rongga hidung sekaligus. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar dari hidung disebut bunyi sengau atau nasal. Bunyi bahasa yang arus udaranya sebagian keluar melalui mulut dan sebagian keluar dari hidung disebut bunyi yang disengaukan atau dinasalisasi.
Di samping pembagian bunyi nasal dan oral, seperti dinyatakan di atas, bunyi bahasa juga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu bunyi vokal (vokoid) dan bunyi konsonan (kontoid). Oleh karena itu, perbedaan pembentukan bunyi bahasa didasarkan pada kriteria penggolongan bunyi tersebut. Berikut ini akan diuraikan bagaimana pembentukan kedua bunyi bahasa tersebut.

2.2.1Pembentukan Bunyi-bunyi Vokal
Bunyi yang pengucapannya tidak terhalang, sehingga arus udara dapat mengalir dari paru-paru ke bibir dan keluar tanpa dihambat, tanpa harus melalui lubang sempit, tanpa dipindahkan dari garis tengah ke alurnya, dan tanpa menyebabkan alat-alat supraglotal bergetar, disebut bunyi vokal (vokoid). Pembentukan bunyi vokal ditentukan oleh (1) posisi bibir, (2) tinggi rendahnya lidah, dan (3) maju mundurnya lidah. Perhatikan gambar berikut ini.

Berdasarkan posisi bibir, vokal terdiri dari (1) vokal bundar, yaitu vokal apabila dalam pengucapannya bentuknya bundar, seperti bunyi /o/, /u/, dan /a/; (2) vokal tak bundar, yaitu vokal apabila dalam pengucapannya tidak bundar atau rata, seperti /i/ dan /u/.
Berdasarkan posisi tinggi rendahnya lidah, vokal terdiri dari (1) vokal tinggi, yaitu vokal apabila dalam pengucapannya lidah diangkat dekat ke alveolum (lekung kaki gigi), seperti bunyi /i/ dan /u/ ; (2) vokal tengah, yaitu vokal apabila dalam pengucapannya lidah diangkat sedikit, seperti bunyi /e/ (pepet), dan (3) vokal rendah, yaitu vokal apabila dalam pengucapannya lidah diturunkan serendah-rendahnya, seperti bunyi /a/.
Berdasarkan maju mundurnya posisi lidah yang membentuk ruang resonansi, bunyi vokal dapat dipilah menjadi (1) vokal depan, yaitu vokal yang dibentuk dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langi, sehingga terbentuk rongga yang menjadi ruang resonansi, seperti bunyi /i/ dan /e/; (2) vokal tengah atau vokal sentral, yaitu vokal yang dibentuk dengan menggerakkan bagian depan, dan bagian belakang lidah ke arah langit-langit, sehingga ternbentuk rongga resonansi, seperti bunyi /e/ (pepet); (3) vokal belakang, yaitu vokal yang dibentuk dengan cara menggerakkan bagian depan lidah ke arah langit-langit, sehingga terbentuk rongga sebagai resonansi bagian belakang lidah dan langit-langit, seperti bunyi /o/, /u/, dan /a/. Perhatikan tabel klasifikasi berikut ini.
Posisi
Depan
Pusat
Belakang

B
TB
B
TB
B
TB
Atas

i


u

Atas Bawah

I


U

Tengah Atas




O

Tengah






Tengah Bawah

E




Bawah Atas






Bawah

a





Keterangan:
B : Bulat
TB : Tidak Bulat
Dengan menambahkan bunyi-bunyi pengiring (tambahan), maka dapat terjadi vokoid-vokoid yang mengalami modifikasi. Dalam penandaan dapat diberi tanda-tanda tertentu yang disebut dengan diakritik. Vokoid-vokoid itu adalah sebagai berikut.
(1)Vokoid dilabilisasi:
Kedua bibir dibundarkan ketika atau segera setelah bunyi utama diucapkan, sehingga menjadi bunyi [w]. Contoh [bu at].
(2)Vokoid dipalatalisasi
Belakang lidah dinaikkan mendekati platum ketika atau segera setelah bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi [y]. Contoh [bi ar].
(3)Vokoid diglotalisasi
Glotis ditutup sebelum atau setelah bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi [?]. Contoh [?apa] apa, [da?rah] daerah.
(4)Vokoid dinasalisasi
Aliran udara dilewatkan hidung. Contoh [s a a t].

2.2.2Pembentukan Bunyi-bunyi Konsonan
Bunyi yang pengucapannya, arus udara dihambat sama sekali oleh penutupan larynx (tenggorokan) atas jalan di mulut, atau dipaksa melalui lubang sempit atau menyebabkan bergetarnya salah satu alat supraglotal, disebut bunyi konsonan (kontoid). Dengan kata lain, bunyi kononan bergantung pada bergetar atau tidaknya selaput suara, dimana dan bagaimana bunyi konsonan itu diucapkan. Dengan memperhatikan segala faktor untuk menghasilkan konsonan, maka kita dapat membagi konsonan berdasarkan (1) artikulator-artikulator dan titik artikulasinya, (2) halangan udara yang mengalir keluar, (3) turut-tidaknya pita suara bergetar, dan (4) jalan yang dilalui ketika keluar rongga-rongga ujaran. Perhatikan tabel klasifikasi berikut ini.
Jalan
Udara

Alangan
Selaput
Suara
Dasar Ucapan



Artikulator - Titik Artikulasi



BB
LD
AD
AA
AP
FP
DV
GL
Fa
Nasal
B
m

n


n
n



TB










O

R

A

L
Stop
B
b

d

d
j
g




TB
p

t


c
k
?


Spiran
B

v

z







TB

f

s

s
x

h

Lateral
B




l






TB










Trill
B




r






TB










Semi Vokal
B
w




y





TB










Keterangan:
B = Bersuara TB = Tak Bersuara
BB = Bila-Bial LD = Labio-Dental
AD = Apiko-Dental AA = Apiko-Alveolar
AP = Apiko-Platal FP = Fronto-Platal
DV = Dorso-Velar GL = Glotal
Fa = Faringal
Berdasarkan titik artikulasi dan artikulator, bunyi-bunyi konsonan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
(1)Konsonan bi-labial, terdiri dari bunyi [p], [b], dan [m]. Perbedaan antara bunyi kedua yang pertama dengan bunyi yang ketiga terletak pada saluran udara yang dilaluinya. Konsonan [p] dan [b] melewati mulut, karena itu disebut bunyi oral, sedangkan konsonan [m] melalui hidung, karena itu disebut bunyi nasal.
(2)Konsonan Labio-Dental, terdiri dari bunyi [v] dan [f]. Kononan ini dibentuk dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya.
(3)Konsonan Apiko-Dental, terdiri dari bunyi [t], [d], dan [n]. Konsonan ini dibentuk dengan menempelkan ujung lidah pada bagian pangkal gigi atas dengan sedikit menyentuh bagian depan alveolar.
(4)Konsonan Apiko-Alveolar, terdiri dari bunyi [t], [d], dan [n]. Konsonan ini dibentuk dengan mempertemukan ujung lidah sebagai artikulator dan lekung kaki gigi (alveolum) sebagai titik artikulasi.
(5)Konsonan Dorso-Velar, terdiri dari bunyi [k], [g] dan [n]. Konsonan ini dibentuk dengan menepelkan bagian belakang lidah ke daerah velum.
(6)Konsonan Fronto-Platal, terdiri dari konsonan [c], [j], [n]. Konsonan ini dihasilkan bagian tengah lidah sebagai sebagai artikulator dan langit-langit keras (palatum) sebagai titik artikulasinya.
(7)Hamzah (Glotal Stop), yaitu konsonan yang dihasilkan dengan posisi pita suara tertutup sama sekali, sehingga menghalangi udara yang keluar dari paru-paru.
(8)Konsonan Faringal, yaitu konsonan [h]. Konsonan ini timbul karena pita suara terbuka lebar.
Beradasarkan halangan yang dijumpai udara ketika keluar dari paru-paru, bunyi konsonan diklasifikasikan sebagai berikut.
(1)Konsonan Hambat (Plosif/Stop), terdiri konsonan [p], [b], [k], [d]. Konsonan ini dibentuk karena udara yang keluar dari paru-paru sama sekali dihalangi.
(2)Konsonan frikatif, terdiri dari konsonan [f], [v], [kh]. Konsonan ini dibentuk karena udara yang keluar dari paru-paru digesekkan, sehingga terjadilah bunyi geser atau bunyi frikatif.
(3)Konsonan Spiran, terdiri dari konsonan [s], [z]. Konsonan ini dibentuk karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa pengaduan, sementara itu terdengar bunyi desis.
(4)Konsonan Lateral atau Likuida, yaitu konsonan [ l ]. Konsonan ini dibentuk dengan mengangkat lidah ke langit-langit, sehingga udara terpaksa diaduk dan keluar melalui kedua sisi.
(5)Konsonan Getar atau Trill, terdiri konsonan [r], [R]. Konsonan ini dibentuk dengan melekatkan lidah ke alveolum dan seterusnya secara berulang-ulang.
Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, konsonan diklasifikasikan sebagai berikut.
(1)Konsonan Bersuara, yaitu konsonan seperti [b], [d], [n], [g], [w], dan sebagainya. Konsonan ini terjadi karena pita suara ikut bergetar.
(2)Konsonan Tak Bersuara, yaitu konsonan seperti [p], [t], [c], [k], dan sebagainya. Konsonan ini terjadi karena pita suara tidak ikut bergetar.
Berdasarkan jalan yang diikuti arus udara ketika keluar dari rongga ujaran, maka konsonan diklasifikasikan sebagai berikut.
(1)Konsonan Oral, yaitu konsonan seperti [p], [b], [d], [k], [w], dan sebagainya. Konsonan ini terjadi karena udara keluar dari rongga mulut.
(2)Konsonan Nasal, yaitu konsonan seperti [m], [n], [n],n]. Konsonan ini terjadi karena udara keluar dari rongga hidung.

2.2.3 Bunyi Semi Vokal, Diftong, dan Suku Kata
Yang dimaksud dengan bunyi semi vokal adalah bunyi vokal yang kehilangan kesonorannya. Sehingga bunyi vokal itu tidak merupakan puncak suku kata lagi. Biasanya setiap kata ditandai oleh adanya bunyi yang paling jelas terdengar, bunyi-bunyi yang demikian ini umumnya diduduki oleh bunyi vokal. Contoh bila ada seseorang dari jarak jauh berteriak ”Hari”, maka bunyi yang paling jelas terdengar adalah [a] dan [i]. Bunyi yang paling jelas terdengar demikian disebut bunyi paling sonor dalam suku kata. Dalam suku kata bunyi tersebut merupakan puncak suku kata dan bersifat silabis. Jadi, setiap suku kata, yaitu satuan ucapan terkecil dalam ujaran, yang awal dan akhirnya selalu berimpit dengan awal dan akhir suatu ucapan tentu ditandai oleh adanyapuncak sonoritas.
Yang dimaksud dengan bunyi diftong adalah kombinasi bunyi vokal dengan bunyi semi vokal. Kedua bunyi itu harus terdapat dalam satu suku kata. Proses terbentuknya mulai dari satu bunyi vokal menuju ke bunyi vokal lain dalam satu kali hembusan nafas. Dalam transkripsi biasanya ditandai dengan deretan bunyi vokal silabis dan bunyi vokal non-silabis.
Tanda permulaan menunjukkan letak alat bicara pada taraf awal, sedangkan tanda kedua menunjukkan arah kemana gerak alat bicara tersebut, dan merupakan batas kemungkinan bergerak andaikata diftong itu diucapkan penuh. Diftong bahasa Indonesia merupakan diftong menutup (bukan diftong membuka), sebab diftong bahasa Indonesia dimulai dari bunyi vokal rendah menuju bunyi vokal yang lebih tinggi. Perhatikan peta berikut ini.
i ---------------------------------------------- u
e --------------------------------------- o
E --------------------------------- O
a --------------------------- .
[ a y ], [ Ey ], [ Oy], [ aw ], [ .w ]

2.2.3Bunyi Suprasegmental
Bunyi segmental terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmental, seperti tekanan, jangka, dan nada. Di samping ciri suprasegmental itu, pada untaian tuturan terdengar pula ciri suprasegmental lain, yaitu intonasi dan ritme (irama).
Dalam kalimat tidak semua kata mendapat tekanan yang sama. Biasanya kata yang dianggap penting saja yang diberi tekanan. Tekanan yang demikian lazim disebut aksen. Persepsi mengenai aksen itu tidak hanya ditentukan faktor tekanan (keras lembutnya suara), tetapi juga oleh faktor jangka (panjang pendeknya suara), dan nada (tinggi rendahnya suara). Sebuah suku kata akan terdengar menonjol atau mendapat aksen jika suku kata itu dilafalkan dengan waktu yang relatif panjang daripada waktu untuk suku kata yang lain. Suku kata itu juga dilafalkan dengan nada yang tinggi.
Dalam bahasa tulisan, tanda baca mempunyai peranan yang sangat penting. Suatu kalimat yang terdiri atas kata yang sama dengan dalam urutan yang sama dapat mempunyai arti yang berbeda, bergantung pada tanda baca yang kita gunakan. Kalimat seperti Dia mau pergi. dapat merupakan pernyataan, jika diakhiri dengan titik (.). Akan tetapi, jika dikahiri dengan tanda tanya (?), maka kalimat itu berubah menjadi pertanyaan Dia mau pergi?. Sebalinya, dalam bahasa Indonesia mengikuti ritme yang berdasarkan jumlah suku kata. Makin banyak suku kata, jeda yang menyatakan batas kata, frasa, atau klausa dapat ditandai dengan garis miring [/]. Contoh: Jono /di sini /sekarang. Amin /muridnya.
2.33/2 3 1 #
Intonasi mengacu ke naik-turunnya nada dalam pelafalan, sedangkan ritme mengacu ke pola pemberian tekanan pada kata dalam kalimat. Oleh karena intonasi merupakan perubahan titinada dalam berbicara, maka intonasi sering dinyatakan dengan angka (1 2 3, yang melambangkan titinada) atau bulatan yang ditempatkan dalam suatu skala seperti pada balok not musik. Penggunaan angka lebih ekonomis, tetapi tidak mudah terlihat perubahan titinadanya. Untuk menggambarkan secara garis besar kontur intonasi, pola gabungan titinada sering dipergunakan garis.
Contoh: (1) Dua (2) Dua (3) Dua
231#
(4) Di mana? (5) Di mana?
233# ------

3. Fonemik
3.1 Fonem
Bunyi-bunyi bahasa yang dapat membedakan arti disebut dengan fonem. Cara membuktikan suatu bunyi disebut fonem dalam suatu bahasa adalah dengan cara mencari pasangan minimal (minimal fair) dari kata-kata yang kontras atau kata-kata yang berbeda arti. Bunyi-bunyi yang perlu dibuktikan sebagai fonem atau tidak adalah bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis atau kesamaan ucapan. Perhatikan klasifikasi berikut.
Bunyi yang Dicurigai
Pasangan Minimal yang Dioposisikan
Fonem
[ i ]
[ e ]
[ u ]
[ o ]
[ b ]
[ t ]
[ c ]
[ k ]
[ x ]
[ f ]
[ m ]
[ l ]
[ a ]
[ a ]
[ i ]
[ a ]
[ p ]
[ d ]
[ j ]
[ g ]
[ k ]
[ p ]
[ n ]
[ r ]
[ b i l a ]
[ s e r I ]
[ d u r I ]
[ k o t a ]
[ b a k u ]
[ t a r i ]
[ c u r i ]
[ k a l i ]
[ x a s ]
[ k a f a n ]
[ n a m a ]
[ l a g u ]
[ b a l a ]
[ s a r i ]
[ d i r i ]
[ k a t a ]
[ p a k u ]
[ d a r i ]
[ j u r i ]
[ g a l i ]
[ k a s ]
[ k a p a n ]
[ m a m a ]
[ r a g u ]
/ i /
/ e /
/ u /
/ o /
/ b /
/ t /
/ c /
/ k /
/ x /
/ f /
/ m /
/ l /
/ a /
/ a /
/ i /
/ a /
/ p /
/ d /
/ j /
/ g /
/ k /
/ p /
/ n /
/ r /

Catatan:
Pasangan minimal: dua kata atau lebih, hanya berbeda satu fon saja.
3. 2 Realisasi dan Distribusi Fonem
Realisasi fonem berarti ucapan tiap fonem. Realisasi itu antara orang yang satu dengan yang lain tidak sama. Hasil distribusi itu adalah varian atau alofon. Yang dimaksud dengan distribusi fonem adalah penyebaran fonem pada posisi awal, tengah, atau akhir kata. Contoh realisasi dan distribusi fonem dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Fonem
Realisasi
Posisi


Awal
Tengah
Akhir
/ i /





/ u /




/ e /



/ o /
[ i ]
[ ?i ]
[?i: ]
[ i: ]
[ I ]
[ ’I ]
[ u ]
[ ?u ]
[ U ]
[ u? ]
[ u: ]
[ e ]
[ ?e ]
[ E ]
[ ’E ]
[ o ]
[ ?o ]
[ O ]
[ ?O ]

[ ?itu ]
[ ?i:man ]


[ ’Indonesia ]

[ ?ulan ]


[ ru:sa? ]

[ ?ekor ]

[ ’EnsEl ]

[ ?oto ]

[ ?OlO? ]
[ tinggi ]


[ hi:dun ]
[ mIskIn ]
[ fi’Il ]
[ sudah ]

[ burUn ]


[ boleh ]

[ nEnE? ]

[ gorEn ]

[ j rO ]
[ hari ]





[ tugu ]




[ sore ]



[ s o t o ]











3.3 Gugus Konsonan (Kluster)
Yang dimaksud dengan gugus konsonan adalah beberapa konsonan yang merupakan satu kesatuan. Gugus konsonan merupakan anggota sebuah suku kata. Sebagai gambaran dapat diperhatikan pada klasifikasi berikut.
Gugus
Bagan
Posisi


Awal
Tengah
Akhir
/ pl /
/ bl /
/ tl /
/ kl/
/ gl /
/ fl /
/ sl /
/ xl /

/ pr /
/ br /
/ tr /
/ dr /
/ kr /
/ gr /
/ fr /
/ sr /
/ ps /
/ ks /
/ rs /
/ ty /
/ dy /
/ dw /
/ sw /
/ sp /
/ spr /
/ st /
/ str /
/ sk /
/ skr /
p
b
t
k
g
f l
s
x

p
b
t
d
k r
g
f
s
p
k s
r
t
d y
d
s
p -
p r
S t -
t r
k -
k r
/ plasma /
/ blanko /

/ klinik /
/ global /
/ flamboyan /
/ slogan /


/ pra /
/ brahma /
/ tri /
/ drama /
/ kritik /
/ gram /
/ frater /
/ sri raja /
/ psikologi /
/ ksatria /



/ dwi /
/ swadaya /
/ spontan /
/ sprey /
/ studio /
/ strika /
/ skala /
/ skripsi /
/ kompleks /
/ gamblang /
/ mutlak /

/ isoglos /
/ inflasi /

/ ixlas /

/ supra /
/ obral /
/ putra /
/ adress /
/ mikroskop /

/ diafragma /


/ ekspres /

/ stya /
/ madya /





/ instruksi /

/ manuskrip /



















/ pers /





















3.4 Deret Vokal
Yang dimaksud deret vokal adalah vokal-vokal yang berurutan dan masing-masing bersifat silabis. Jadi masing-masing vokal merupakan anggota suku yang berlainan.

Deret Vokal

Bagan
Posisi


Awal
Tengah
Akhir
/ i - i /
/ i - e /
/ i - u /
/ i - o /
/ i - a /
/ e - i /
/ e - u /
/ e - o /
/ e - a /
/ u - i /
/ u - e /
/ u - u /
/ u - o /
/ u - a /
/ o - i /
/ o - e /
/ o - a /
/ a - i /
/ a - e /
/ a - u /
/ a - o /
/ a - a /
i
e
i u
o
a
i
e u
o
a
i
e
u u
o
a
i
o e
a
i
e
a u
o
a



/ ion /
/ ia /








/ uap /


/ oase /
/ air /
/aerodinamik /
/ aus /
/ aorta /
/ fiil /
/ orientasi /
/ hiu /
/ kios
/ rian /
/ ateis /
/ museum /


/ puin /
/ duel /
/ suun /
/ kuotum /
/ ruan /
/ boikot /
/ koefisien /

/ baik /

/ haus /

/ saat /



/ folio /
/ dia /


/ beo /
/ idea /

/ duel /

/ dua /



/ kacoa /


/ mau /




3.5 Struktur Fonem dalam Suku Kata
Yang dimaksud struktur fonem adalah susunan fonem (mungkin vokal, mungkin diftong, mungkin konsonan) dalam suku kata. Struktur fonem yang dijumpai dalam struktur kata bahasa Indonesia itu sebagai berikut.
No.
Struktur
Suku
Data fonemis
1.
Puncak
V
D

/ a /
/ aw /

/ a k u /
/ a w l a /
2.
Omset + Puncak
K + V
K + D
KK + V
KKK + V

/ pa /
/ tay /
/ tra /
/ stri /

/ pada /
/ santay /
/ tradisi /
/ strika /
3.
Puncak + Koda
V + K
V + KK

/ ar /
/ eks /

/ arti /
/ eks /
4.
Omset + Puncak + Koda
K + V + K
KK + V + K
K + V + KK
KKK + V + K

/ tim /
/ span /
/ pleks /
/ skrip /

/ timban /
/ spanduk /
/ kompleks /
/ skripsi /

Keterangan:
V = Vokal
D = Diftong
K = Konsonan
Puncak = Vokal silabis (puncak sonoritas dalam sebuah suku kata)
Omset = Konsonan yang mendahului vokal (silabis) dalam sebuah suku kata.
Koda = Konsonan yang mengikuti vokal (silabis) dalam suku kata.

Daftar Rujukan
Alwi, Hasan dkk. (eds.). 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Alwasilah, A. Chaedar. 1992. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik.
Bandung: Angkasa.

Busri, Hasan. 1997. Dasar-dasar Linguistik. Malang: FKIP Universitas Islam Malang.

Busri, Hasan. 2003. Sintaksis Bahasa Indonesia. Malang: FKIP Universitas Islam Malang.

Busri, Hasan. 1997. Analisis Wacana: Teori dan Penerapannya: FKIP Universitas
Islam Malang.

Busri, Hasan. 2003. Bahasa Indonesia Laras Hukum. Jurnal Ilmiah Buana, Edisi XX Tahun 2000. Universitas Islam Malang.

Purwo, Bambang Kaswanti (Ed.). 2000. Kajian Serba Linguistik untuk Anton
Moliono Pereksa Bahasa. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia
Atmajaya.

Purwo, Bambang Kaswanti (Ed.). 1997. PELLBA 10 Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya Kesepuluh.. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya.

Purwo, Bambang Kaswanti (Ed.). 1997. PELLBA 6 Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya Kesepuluh.. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya

Dardjowidjojo, Soejono. 2005. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Purwo, Bambang Kaswanti (Ed.). 2000. Kajian Serba Linguistik untuk Anton
Moliono Pereksa Bahasa. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia
Atmajaya.

Rusyana, Yus dan Samsuri (eds.). 1983. Pedoman Penulisan Tatabahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of Linguistics Competition and Evaluation.
London: Hutchinson.

Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
P2LPTK.

Samsuri. 1987. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa Secara Ilmiah. Jakarta:
Erlangga.

Wahab, Abdul. 1990. Butir-butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University
Press.

Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya:
Airlangga University Press.