Monday, July 8, 2013

mengapa sastra perlu diajarkan ?



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Latar belakang penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra. Disamping itu penulis membuat makalah ini dikarenakan pengajaran sastra menjadi sebuah permasalahan dan keluhan di tingkat pendidikan sekolah saat ini karena belum berjalan secara optimal dan mencapai tujuan yang produktif. Pengajaran sastra justru hanya membahas dari segi strukturnya saja yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya. Guru sebagai seorang pendidik dianggap kurang memiliki kompetensi (pengetahuan) sastra yang luas. Seorang guru kurang inovatif dan kreatif memberikan pemahaman tentang sastra. Ruang lingkup dan gerak pengajaran sastra hanya terbatas pada Silabus dan SKL. Model dan sistem pembelajaran sudah di atur secara rinci di dalam Silabus. Pada hakikatnya, seorang guru tidak bisa menjadi seorang intelek yang produktif dan bisa menjadi stimulus kepada peserta didiknya mengenai pengajaran sastra yang produktif. Seorang guru tidak bisa bereksplorasi secara luas dan hanya fokus pada Silabus yang menjadi pedoman dalam sistem pembelajaran yang mempersempit kreativitas seorang guru.
Beralih dari aspek guru, sudut pandang lain berdalih pada sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan saat ini yang tidak pernah memberikan ruang gerak yang cukup pada pembelajaran sastra. Padahal, pengajaran sastra sebagai wadah untuk generasi yang akan datang untuk melahirkan sastrawan, kritikus, penulis maupun dosen (pendidik) sastra untuk terus mengembangkan dan merealisasisan sastra agar tetap produktif dan tidak tergeser oleh derasnya arus jaman.

1.2  Tujuan
1.      Bisa memberi penjelasan bahwasanya mengapa sastra perlu di ajarkan di sekolah ?
2.      Mengetahui bagaimana fokus pengajaran sastra di sekolah ?

1.3  Rumusan Masalah
1.      Mengapa sastra perlu di ajarkan di sekolah ?
2.      Bagaimana fokus pengajaran sastra di sekolah ?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Alasan Sastra Perlu di Ajarkan di Sekolah
1) Alasan Pengajaran Tempo Doeloe
Pengajaran sastra di sekolah formal, terutama sastra Indonesia, sudah berlangsung sejak dahulu. Alasan pengajaran sastra di sekolah formal selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman. Di masa awal kemerdekaan, misalnya, pengajaran sastra Indonesia di perguruan tinggi bertujuan untuk meningkatkan semangat nasionalisme perjuangan untuk melawan penjajahan asing.
Di luar perguruan tinggi, praktik pengajaran sastra, terutaa sastra Indonesia di sekolah-sekolah menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan. Pembagian bahasa Indonesia  terbagi menjadi dua porsi bahasa dan sastra. Dari kedua porsi ini, bagian kedua kurang tereksploitasi dengan baik. Pengajaran bahsa Indonesia terlalu mengedepankan unsur kebahasaan yang berupa linguistik kerena hal ini menjadi bahan utama dalam ujian akhir semester atau bahkan Ujian Akhir Nasional.
Di samping sastra Indonesia, para siswa juga hendaknya mengenal sastra lain seperti sastra Inggris yang telah menjadi bahasa Internasional.

2)      Alasan Pengajaran Masa Kini
Sejalan dengan perubahan zaman, pengajaran sastra sekarang memiliki berbagai alasan yang terkadang kompleks. Sekarang ini, pengajaran sastra di sekolah dan perguruan tinggi memiliki alasan yang beragam sesuai dengan perkembangan zaman dan tantangan dunia kerja yang akan dihadapi oleh para siswa atau mahasiswa. Dalam tataran global, sastra paling tidak memiliki peran ganda : sebagai wahana pembekalan siswa untuk bersaing secara Internasional sekaligus sebagai identitas nasional dan bahkan lokal atau daerah.
Sekaitan dengan ini, Lye (1998) mengajukan delapan tesis atau argumen yang bisa dijadikan landasan dalam menentukan arah kebijakan dan kurikulum pengajaran sastra masa kini. Hal ini sesuai dengan perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang dihadapi sioswa sehingga mereka tetap memiliki keahlian atau kmpetensi yang diperlukan dalm kehidupan riil yang akan mereka alami.



A.Sastra sarat dengan kebijakan
Menurut argumen ini, sastra mampu mengeksplorasi tekstur dan makna dari pengalaman manusia secara kompleks sehingga menghasilkan sebuah pandangan dan refleksi yang kaya. Dari olah pengalaman ini kita dapat mengharapkan bahwa pembaca sastra dapat mengembangkan sifat bijak sekaitan dengan kehidupan dan karakteristik pengalaman hidup manusia. Sastra memiliki fungsi ini karena beberapa alasan berikut : Pengarang karya sastra biasanya memiliki tingkat sensibilitas atau kepekaan tinggi yang mempengaruhi perasaan, pengalaman, dan imajinasi  mereka tinggi yang mempengaruhi perasaan, pengalaman, dan imajinasi mereka yang pada akhirnya akan mewarnai karya sastra yang mereka hasilkan.
Untuk dapat dianggap sebagai karya sastra, sebuah tulisan atau teks harus menggunakan bahasa, iamjai, dan gagasan yang baik, tepat, dan dapat merefleksikan diri sendiri.   Dan ketika kita menggunakan bahasa dan imajinasi dengan tingkat kesadaran tinggi, kita sebetulnya dapat berfikir dan berimajinasi tentang dunia dengan lebih akurat dan mendalam.
v  Teks sastra biasannya tercipta atas tangan (tension) yamg terdiri dari berbagai ambiguitas, kontradisi, dan ironi. Berbagai tegangan, ambiguitas, dan ironi ini dapat memperkaya dan menambah kekentalan dan kompleksitas pengalaman manusia.
v  Sastra ditulis dalam beragam tradisi dan genre. Tradisi dan jenis teks ini memiliki topik, tema, dan pola refleksi dan representasi tertentu. Topik, tema dan reprentasi ini memiliki sejarah panjang yang kaya dan mengandung sejumlah nilai kebijakan dan pandangan dalam waktu yang relatif panjang yanng telah disumbangkan oleh kaum cendikia selama berevolusi. Oleh karena itu, karya satra biasannya dibangun atas karya sebelumnya  untuk menghasilkan sejarah pemikiran dan ekspresi yang kaya dan menyeluruh. Sastra meneladankaneksplorasi dan mengumpamakan bahan renungan
B. Sastra meneladankan eksplorasi dan mengumpankan bahan renungan
Karya sastra juga dapat mengumpamakan teladan dalam melakukan eksplorasi dan sekaligus sebagai bahan renungan. Menurut argumen ini, sastra bisa menciptakan dunia kemungkinan, beragam pengejawantahan dramatis dari pengalaman imajinasi yang memungkinkan para pengarang untuk mengeksplorasi aturan aturan dasar sifat manusia dan struktur dunia. Sebagai contoh, dalam naskah drama Macbeth, Shakespeare mengeksplorasi kekuatan dan logika kejahatan (sifat dan karakteristik orang jahat dan bagaimana kejahatan menghancurkan dirinya sendiri) dan cara bagaimana sifat kebijakan dihati seseorang  menampakkan dirinya sendiri. Tema yang serupa uga diusung oleh Achdiat K. Mihardja dalam drama satu babak Pakaian dan Kepalsuan. Hal ini dilakukan pengarang dengan menciptakan situasi ynag sangat simbolis dan dramatis serta dalm pengertian tertentu apa yang terjadi ketika sifat dasar kemanusiaan tadi diumbar.
C. Sastra menampilkan cerminan realitas
Karya sastra, menurut argumen ini cerminan realitas. Dalam hal ini, sastra bersifat mimetis dan menggambarkan realitas, alam sekitar, atau sesuatu yang terjadi apa adanya. Sastra juga melalui kekuatan dan sarana ekstetikanya menggambarkan moral dan pengalaman lainnya dengan cra yanng meyakinkan, konkret, dan terasa langsung. Namun, pada saat yanng sama, sastra juga memungkinkan seseorang menjarakinya, yang memungkinkannya melakukan sebuah refleksi, menciptakan teori atau pertimbangan dari pengalaman pengalaman yang dibangun karya sastra yang kita libati karena pada saat kita mengalami dunia estetik kesastraan itu kita juga sadar bahwa kita juga sebenarnya terpisah dari pengalaman pengalaman yang dihadirkan karya sastra tersebut.
Selanjutnya, argumen ini mengajukan pembedaan penting atas dua hal : aspek sastra dan representasi yang dibangunnya. Pertama, pengalaman manusia bersifat afektif dan simbolik. Sastra melalui ungkapan sikap-batin dan simbol tertentu yang digunakannya dapat menggambarkan pengalaman hidup karena kita benar benar-benar mengalami dan membayangkannya. Kedua, sastra berfungsi melalui pengindraan langsung (melalui nada dan irama) ataupun simbolok (melalui imaji dan asosiasi yang dihasilkan intaian kata). Hal ini menunjukan bahwa adanya kehadiran yang konkreat dan yang simbolis.
Oleh karena sifatnya yang sering merupakan ekspresi pengalaman dunia pertama pengarangnya, alur cerita atau plot sebuah novel, misalnya, dapat merupakan cerminan realitas kehidupan yang dapat dijadikan tamsil, misalnya, karakter utama protagonis dalam sebuah novel biasannya harus menghadapi berbagai cobaan dan rintangan dalam mengurangi kehidupannya. Dia harus berjuang keras mengatasi berbagai masalah dalam hidupnya sebelum akhirnya dia bis amemoeroleh capaian yang dikejarnya. Plot semacam ini dapat menjadi cermin yang berguna bagi para pembacanya.
            Dengan cara seperti ini sastra dapat menyadarkan dan membukaka mata hati pembaca untuk kemudian mengetahui realitas sosial, politik, budaya dalam bingkai moral dan estetika.
D. Sastra membawa ideologi
Mengapa dikatakan seperti ini karena beberapa faktor seperti tradisi pemikiran kebudayaan, peran representasi sastra, pandangan terhadap pengalaman manusia dan penggunaan sastra sebagai kode budaya. Sastra menjelaskan secara gamblang bagaimana masyarakat memahami dunia tempat seorang pengarang hidup dan berkiprah. Sastra bisa membuat kita menyadari betapa beragam nya waktu, kelas sosial, dan kelompok etnis masyarakat dan pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa mereka juga memiliki kesamaan.
Hubungan antara sastra dengan pengalaman sosial memungkinkan kita tidak hanya mengunakan sastra sebagai alat untuk memahami masa lalu serta budaya dan kelompok sosial lain. Misalnya: kita bisa menganalisis sebab dan akibat, mengevaluasi perubahan sosial, nilai-nilai sosial dan sebagainya.
Menyadari hubungan sastra ideologi yang takterpisahkan itu, pengajaran sastra dapat dijustifikasi dengan menonjolkan fungsi ideologinya ini.
E.     Sastra merupakan kode budaya
Berfungsi sebagai kode budaya karena ia merupakan gambaran dari budaya masyarakat sekitarnya. Sastra memiliki tingkat penggunaan kode yang lebih padat, stabil dan kompleks dibanding dengan modus komunikasi lainnya.
Oleh karena itu, kehidupan sehari-hari sebagaian orang cenderung memiliki karir yang lebih cepat berkembang dibandingkan dengan yng lain, karena mereka memiliki kemampuan untuk membaca kode dan menganalisis permasalahan dan yang bersangkutan cenderung memiliki perilaku an pandangan yang mudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
F.      Sastra mengandung teladan kebahasaan
Setelah memiliki sifat dan fungsi lainya, sastra juga mengandung teladan kebahsaan. Fungsi sastra adalah menggunakan sarana komunikasi secara tepat dan efektif. Sastra mengajarkan kita untuk lebih menyadari keseluruhan gagasan, perasaan, imajinasi, dan simbol yang mendasari kehidupan politik, sosial, dan pribadi kita.
G.    Sastra menyadarakkan posisi subjek
Sastra memiliki fungsi mentaanalisis karena ia dapat menyadarkan pembacanya pada posisi subjek. Menurut pandangan ini, individu merupakan subjek yang dikonstruksi secara sosial. Sastra juga memungkinkan kita yang melibatnya menguji sifat dan integritas subjektivitas kita atau posisi subjek yang kita miliki dengan lebih kritis. Inilah yang disebut dengan efek moral sastra karena kita bisa mengembangkan rasa memiliki diri sendiri sehingga bisa lebih mampu memberikan respons terhadap segala kemungkinan dalam kehidupan di dunia dan menghadapi keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan oleh masyarakat, kesempatan, dan usaha yang kita lakukan.



H. Sastra memiliki fungsi kultural
Sastra merupakan sebuah bentuk diskursus budaya yang memiliki berbagai fungsi dalam kebudayaan secara keseluruhan. Fungsi ini dapat dilihat dari sudut pandang : bahwa sastra memiliki fungsi intregatif secara kultural; dan bahwa sastra, sebagai sebuah bentuk diskursus, dikuasai dan digunakan pleh kaum elit untuk melanggengkan kuasa mereka.
Seperti halnya seni atau sarana representasi lainya, fungsi intergatif sasta dapat termanifestasikan dalam hal-hal berikut :
·         Sastra menggambarkan kompleksitas keadaan manusia dan mengilustrasikan landasan-landasan dan arti-arti nilai, serta nuansa-nuansa pengalaman kehidupan kolektif manusia secara dramatis dan imajinatif.
·         Sastra memungkinkan kita untuk secara imajinatif merasakan dan memaknai kehidupan dan pengalaman orang lain.
·         Sastra mengidentifikasi dan membahas isu-isu tertentu dalam suatu kultur tertentu.

3)      Tuntutan Kompetensi Masa Kini
Bersamaan dengan atau sebagai akibat dari kemunculan dalam dan keberterimaan bagi masyarakat luas berbagai nosi semisal antonomi daerah dan akuntabilitas publik yang kemudian mendominasi wacana massa dalam dasawarsa 2000-an ini, public juga ingin diyakinkan bahwa sumberdaya sekolah dan perguruan tinggi dalam hal ini berupa tenaga dan perhatian (maha)guru dan (maha)siswa yang belajar sastra dimanfaatkan dengan baik kearah yang menjanjikan.

2.2  Fokus Pengajaran Sastra
A.    Kurikulum Sastra
Kurikulum program studi sastra secara sederhana dapat digambarkan sebagai komposisi bahan-bahan ajar (baca: mata kuliah) yang telah disusun berdasarkan analisis kebutuhan (maha)siswa agar sesuai mengikuti pendididkan para pembelajar ini memiliki akumulasi pengetahuan, keterampilan dan sikap seperti yang dimiliki figure ideal lulusan yang dijadikan kejaran program yang bersangkutan.
Kualitas desain suatu kurikulum dengan demikian dapat diukur, antara lain:
Dengan melihat komposisinya ragam mata kuliah yang ditawarkan, urutan-urutanya, dan bagaimana kandungan mata kuliah- mata kuliah itu kemudian diolah dalam suatu proses aktivitas yang disebut interaksi belajar-mengajar.
Semua komponen kurikulum (I.e., pengetahuan, keterampilan dan sikap) harus mengontribusi, baik secara langsung maupun tak langsung. Terhadap pengembangan pembelajar kearah aktualisasi atau pengejawantahan kedalam setiap individu (maha)siswa perangkat kualitas dan kompetensi yang melekat pada sosok panutan (role model) yang telah sebelumnya ditentukan itu.
Untuk menumbuh kembangkan mahasiswa menjadi sarjana sastra yang kompeten, kurikulum harus membekali mahasiswa dengan aspek ilmiah kesastraan dan metedologi penelitian sastra. Mahasiswa harus dibekali dengan pengetahuan tentang berbagai aliran pemikiran dan kritik sastra serta kemampuan untuk menganalisis, membuat sintesis, dan mengontekualisasikan pengetahuan tersebut dalam pembacaan dan penelitian karya sastra. Muatan kurikulum harus mencakup sejarah sastra, modernisasi perkembangan dunia sastra, teori sastra, kritik sastra, dan berbagai penelitian dalam bidang kesastraan. Mahasiswa juga harus dibekali dengan latihan yang memadai dalam menganalisis dan mengkritisi berbagai jenis karya sastra terutama karya sastra kanon.
Jika program sastra diarahkan untuk menciptakan sastrawan pegiat sastra meskipun pelaksanaanya tidak sederhana apa yang dapat digambarkan kurikulum program sastra harus membekali mahasiswa agar bisa mengembangkan kemampuan mengugkapkan diri secara kreatif dan melakuka eksperimen-ekserimen dengan penggunaan bahasa.
Mahasiswa harus dibiasakan untuk banyak membaca berbagai karya sastra multi budaya, merenungkan dan merasakan apa yang dialami oleh para took dalam karya sastra. Mahasiswa juga harus dibiasakan mengidentifikasi muatan moral yang mungkin terkandung dalam setiap kaya sastra yang mereka baca sehingga wawasanya tentang relativitas moral dan nilai budaya bertumbuh kembang secara proposional.
B.     Pendekatan pengajaran sastra
Pendekatan adalah jalan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu kejelasan tujuan menjadi persyaratan mutlak yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Setelah tujuan yang relative spesifik di pancangkan dan elemen kompetensi utamanya dikenali dan diurai, maka barulah dimungkinkan kita menyiasati jalan atau pendekatan yang konsisten untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Berkaitan dengan pengajaran sastra di Sekolah Dasar, pendekatan yang diterapkan kepada siswa tentu berbeda namun prinsipnya tetap sama. Pemahaman sastra dalam tataran SD pun tak sebagaimana yang dipahami umum. Karya sastra di tataran SD mencakup hikayat, dongeng, dan amsal. "Tentunya sangat ringan tetapi dibuat sedemikian menarik, jangan seperti nasihat-nasihat yang membosankan.
Kurikulum membebaskan guru untuk memakai berbagai metode secara bervariasi dalam penyajian materi tertentu sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Konsep dan teori sastra dan sejarah sastra harus dikurangi. Kegiatan pengajaran sastra harus difokuskan pada pengakraban siswa dengan karya sastra sehingga siswa dapat menemukan keasyikan personal dalam membaca, mengkritik, dan mengkreasi teks. Penerapan multitafsir, dan bukan monotafsir dalam mengapresiasi sastra harus dilakukan.. Dengan menerapkan multitafsir maka kreativitas siswa dalam mengapresiasi sastra akan semakin berkembang. Oleh karena itu, penggunaan soal bentuk isian atau soal uraian lebih tepat digunakan dalam evaluasi pembelajaran sastra. Penggunaan soal bentuk lain, pilihan ganda misalnya, memaksa siswa untuk memilih satu jawaban yang dianggap paling tepat oleh pembuat soal menyebabkan interpretasi siswa tidak berkembang.
Pengajaran sastra harus mengedepankan aspek menyenangkan dan gembira. "Sastra itu harus nikmat, menyenangkan, dan gembira.  Guru harus mampu membentuk citra sastra di hati siswa sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Cara agar membuat siswa antusias dalam pengajaran sastra yaitu :
1)      Siswa dibimbing memasuki sastra secara asyik, nikmat, dan gembira.
2)      Siswa membaca langsung karya sastra puisi, cerita pendek, novel, drama dan esai, bukan melalui ringkasan.
3)      Ketika membicarakan karya sastra, aneka ragam tafsir harus dihargai.
4)      Pengetahuan tentang sastra (teori, definisi, sejarah) tidak utama dalam pengajaran sastra di SMA, cukup tersambil saja sebagai informasi sekunder ketika membicarakan karya sastra.
5)      Pengajaran sastra mestilah menyemaikan nilai-nilai yang positif pada batin siswa, yang membekalinya menghadapi kenyataan kehidupan masa kini yang keras di masyarakat.
C.     Evaluasi hasil belajar siswa
Evaluasi harus selaras dengan tujuan program dan hakikat interaksi belajar-mengajar yang hendak dinilainya. Fungsi evaluasi belajar yaitu :Untuk mengetahui kemajuan belajarnya, Kemajuan belajar murid dapat diketahui dengan membandingakan statusnya sebelum dan sesudah melakukan prestasi sebelum mengikuti pelajaran dan prestasi sesudah belajar. Dan dipergunakan sebagai dorongan atau motivasi bealajar, Keberhasilan maupun kegagalan usaha belajar yang tercermin dalam hasil studi akan berpengaruh besar bagi usaha-usaha belajar selanjutnya. Bagi murid-murid yang telah berhasil memperoleh studi yang baik yang berarti mengalami keberhasilan studi, hal itu akan dapat dijadikan pegangan atau ukuran bahwa proses atau cara belajar yang dilaksanakan selama ini sudah cukup baik.
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Alasan adanya pengajaran sastra yaitu karena pengajaran sastra menjadi sebuah permasalahan dan keluhan di tingkat pendidikan sekolah saat ini karena belum berjalan secara optimal dan mencapai tujuan yang produktif. Pengajaran sastra justru hanya membahas dari segi strukturnya saja yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya dan fokus pengajaran sastra yaitu terfokus dalam cara pendekatan pengajaran sastra dan evaluasi hasil belajar siswa.
           






No comments:

Post a Comment