BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Latar belakang penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teori Sastra. Disamping itu penulis membuat makalah ini dikarenakan
pengajaran
sastra menjadi sebuah permasalahan dan keluhan di tingkat pendidikan sekolah
saat ini karena belum berjalan secara optimal dan mencapai tujuan yang
produktif. Pengajaran sastra justru hanya membahas dari segi strukturnya saja
yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya. Guru
sebagai seorang pendidik dianggap kurang memiliki kompetensi (pengetahuan)
sastra yang luas. Seorang guru kurang inovatif dan kreatif memberikan pemahaman
tentang sastra. Ruang lingkup dan gerak pengajaran sastra hanya terbatas pada
Silabus dan SKL. Model dan sistem pembelajaran sudah di atur secara rinci di
dalam Silabus. Pada hakikatnya, seorang guru tidak bisa menjadi seorang intelek
yang produktif dan bisa menjadi stimulus kepada peserta didiknya mengenai
pengajaran sastra yang produktif. Seorang guru tidak bisa bereksplorasi secara
luas dan hanya fokus pada Silabus yang menjadi pedoman dalam sistem
pembelajaran yang mempersempit kreativitas seorang guru.
Beralih dari aspek
guru, sudut pandang lain berdalih pada sistem pendidikan dan kurikulum
pendidikan saat ini yang tidak pernah memberikan ruang gerak yang cukup pada
pembelajaran sastra. Padahal, pengajaran sastra sebagai wadah untuk generasi
yang akan datang untuk melahirkan sastrawan, kritikus, penulis maupun dosen (pendidik)
sastra untuk terus mengembangkan dan merealisasisan sastra agar tetap produktif
dan tidak tergeser oleh derasnya arus jaman.
1.2 Tujuan
1.
Bisa
memberi penjelasan bahwasanya mengapa sastra perlu di ajarkan di sekolah ?
2.
Mengetahui
bagaimana fokus pengajaran sastra di sekolah ?
1.3 Rumusan
Masalah
1.
Mengapa
sastra perlu di ajarkan di sekolah ?
2.
Bagaimana
fokus pengajaran sastra di sekolah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Alasan Sastra Perlu di Ajarkan di Sekolah
1) Alasan
Pengajaran Tempo Doeloe
Pengajaran
sastra di sekolah formal, terutama sastra Indonesia, sudah berlangsung sejak
dahulu. Alasan pengajaran sastra di sekolah formal selalu mengalami perubahan
sesuai dengan tuntutan zaman. Di masa awal kemerdekaan, misalnya, pengajaran
sastra Indonesia di perguruan tinggi bertujuan untuk meningkatkan semangat
nasionalisme perjuangan untuk melawan penjajahan asing.
Di
luar perguruan tinggi, praktik pengajaran sastra, terutaa sastra Indonesia di
sekolah-sekolah menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan. Pembagian
bahasa Indonesia terbagi menjadi dua
porsi bahasa dan sastra. Dari kedua porsi ini, bagian kedua kurang
tereksploitasi dengan baik. Pengajaran bahsa Indonesia terlalu mengedepankan
unsur kebahasaan yang berupa linguistik kerena hal ini menjadi bahan utama
dalam ujian akhir semester atau bahkan Ujian Akhir Nasional.
Di
samping sastra Indonesia, para siswa juga hendaknya mengenal sastra lain
seperti sastra Inggris yang telah menjadi bahasa Internasional.
2) Alasan
Pengajaran Masa Kini
Sejalan dengan
perubahan zaman, pengajaran sastra sekarang memiliki berbagai alasan yang
terkadang kompleks. Sekarang ini, pengajaran sastra di sekolah dan perguruan
tinggi memiliki alasan yang beragam sesuai dengan perkembangan zaman dan
tantangan dunia kerja yang akan dihadapi oleh para siswa atau mahasiswa. Dalam
tataran global, sastra paling tidak memiliki peran ganda : sebagai wahana
pembekalan siswa untuk bersaing secara Internasional sekaligus sebagai
identitas nasional dan bahkan lokal atau daerah.
Sekaitan dengan ini,
Lye (1998) mengajukan delapan tesis atau argumen yang bisa dijadikan landasan
dalam menentukan arah kebijakan dan kurikulum pengajaran sastra masa kini. Hal
ini sesuai dengan perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang dihadapi sioswa sehingga
mereka tetap memiliki keahlian atau kmpetensi yang diperlukan dalm kehidupan
riil yang akan mereka alami.
A.Sastra
sarat
dengan kebijakan
Menurut argumen ini,
sastra mampu mengeksplorasi tekstur dan makna dari pengalaman manusia secara
kompleks sehingga menghasilkan sebuah pandangan dan refleksi yang kaya. Dari
olah pengalaman ini kita dapat mengharapkan bahwa pembaca sastra dapat mengembangkan
sifat bijak sekaitan dengan kehidupan dan karakteristik pengalaman hidup
manusia. Sastra memiliki fungsi ini karena beberapa alasan berikut : Pengarang karya sastra biasanya
memiliki tingkat sensibilitas atau kepekaan tinggi yang mempengaruhi perasaan,
pengalaman, dan imajinasi mereka tinggi
yang mempengaruhi perasaan, pengalaman, dan imajinasi mereka yang pada akhirnya
akan mewarnai karya sastra yang mereka hasilkan.
Untuk dapat dianggap sebagai karya
sastra, sebuah tulisan atau teks harus menggunakan bahasa, iamjai, dan gagasan
yang baik, tepat, dan dapat merefleksikan diri sendiri. Dan ketika kita menggunakan bahasa dan
imajinasi dengan tingkat kesadaran tinggi, kita sebetulnya dapat berfikir dan
berimajinasi tentang dunia dengan lebih akurat dan mendalam.
v Teks
sastra biasannya tercipta atas tangan (tension) yamg terdiri dari berbagai
ambiguitas, kontradisi, dan ironi. Berbagai tegangan, ambiguitas, dan ironi ini
dapat memperkaya dan menambah kekentalan dan kompleksitas pengalaman manusia.
v Sastra
ditulis dalam beragam tradisi dan genre. Tradisi dan jenis teks ini memiliki
topik, tema, dan pola refleksi dan representasi tertentu. Topik, tema dan
reprentasi ini memiliki sejarah panjang yang kaya dan mengandung sejumlah nilai
kebijakan dan pandangan dalam waktu yang relatif panjang yanng telah
disumbangkan oleh kaum cendikia selama berevolusi. Oleh karena itu, karya satra
biasannya dibangun atas karya sebelumnya
untuk menghasilkan sejarah pemikiran dan ekspresi yang kaya dan
menyeluruh. Sastra
meneladankaneksplorasi dan mengumpamakan bahan renungan
B. Sastra
meneladankan eksplorasi dan mengumpankan bahan renungan
Karya
sastra juga dapat mengumpamakan teladan dalam melakukan eksplorasi dan
sekaligus sebagai bahan renungan. Menurut argumen ini, sastra bisa menciptakan
dunia kemungkinan, beragam pengejawantahan dramatis dari pengalaman imajinasi
yang memungkinkan para pengarang untuk mengeksplorasi aturan aturan dasar sifat
manusia dan struktur dunia. Sebagai contoh, dalam naskah drama Macbeth,
Shakespeare mengeksplorasi kekuatan dan logika kejahatan (sifat dan
karakteristik orang jahat dan bagaimana kejahatan menghancurkan dirinya
sendiri) dan cara bagaimana sifat kebijakan dihati seseorang menampakkan dirinya sendiri. Tema yang serupa
uga diusung oleh Achdiat K. Mihardja dalam drama satu babak Pakaian dan
Kepalsuan. Hal ini dilakukan pengarang dengan menciptakan situasi ynag sangat
simbolis dan dramatis serta dalm pengertian tertentu apa yang terjadi ketika
sifat dasar kemanusiaan tadi diumbar.
C. Sastra menampilkan cerminan
realitas
Karya
sastra, menurut argumen ini cerminan realitas. Dalam hal ini, sastra bersifat
mimetis dan menggambarkan realitas, alam sekitar, atau sesuatu yang terjadi apa
adanya. Sastra juga melalui kekuatan dan sarana ekstetikanya menggambarkan
moral dan pengalaman lainnya dengan cra yanng meyakinkan, konkret, dan terasa
langsung. Namun, pada saat yanng sama, sastra juga memungkinkan seseorang
menjarakinya, yang memungkinkannya melakukan sebuah refleksi, menciptakan teori
atau pertimbangan dari pengalaman pengalaman yang dibangun karya sastra yang
kita libati karena pada saat kita mengalami dunia estetik kesastraan itu kita
juga sadar bahwa kita juga sebenarnya terpisah dari pengalaman pengalaman yang
dihadirkan karya sastra tersebut.
Selanjutnya,
argumen ini mengajukan pembedaan penting atas dua hal : aspek sastra dan
representasi yang dibangunnya. Pertama, pengalaman manusia bersifat afektif dan
simbolik. Sastra melalui ungkapan sikap-batin dan simbol tertentu yang
digunakannya dapat menggambarkan pengalaman hidup karena kita benar benar-benar
mengalami dan membayangkannya. Kedua, sastra berfungsi melalui pengindraan
langsung (melalui nada dan irama) ataupun simbolok (melalui imaji dan asosiasi
yang dihasilkan intaian kata). Hal ini menunjukan bahwa adanya kehadiran yang
konkreat dan yang simbolis.
Oleh
karena sifatnya yang sering merupakan ekspresi pengalaman dunia pertama
pengarangnya, alur cerita atau plot sebuah novel, misalnya, dapat merupakan
cerminan realitas kehidupan yang dapat dijadikan tamsil, misalnya, karakter
utama protagonis dalam sebuah novel biasannya harus menghadapi berbagai cobaan
dan rintangan dalam mengurangi kehidupannya. Dia harus berjuang keras mengatasi
berbagai masalah dalam hidupnya sebelum akhirnya dia bis amemoeroleh capaian
yang dikejarnya. Plot semacam ini dapat menjadi cermin yang berguna bagi para
pembacanya.
Dengan cara seperti ini sastra dapat
menyadarkan dan membukaka mata hati pembaca untuk kemudian mengetahui realitas
sosial, politik, budaya dalam bingkai moral dan estetika.
D. Sastra membawa ideologi
Mengapa dikatakan
seperti ini karena beberapa faktor seperti tradisi pemikiran kebudayaan, peran
representasi sastra, pandangan terhadap pengalaman manusia dan penggunaan
sastra sebagai kode budaya. Sastra menjelaskan secara gamblang bagaimana
masyarakat memahami dunia tempat seorang pengarang hidup dan berkiprah. Sastra
bisa membuat kita menyadari betapa beragam nya waktu, kelas sosial, dan
kelompok etnis masyarakat dan pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa
mereka juga memiliki kesamaan.
Hubungan antara sastra
dengan pengalaman sosial memungkinkan kita tidak hanya mengunakan sastra
sebagai alat untuk memahami masa lalu serta budaya dan kelompok sosial lain.
Misalnya: kita bisa menganalisis sebab dan akibat, mengevaluasi perubahan
sosial, nilai-nilai sosial dan sebagainya.
Menyadari hubungan
sastra ideologi yang takterpisahkan itu, pengajaran sastra dapat dijustifikasi
dengan menonjolkan fungsi ideologinya ini.
E. Sastra
merupakan kode budaya
Berfungsi sebagai kode
budaya karena ia merupakan gambaran dari budaya masyarakat sekitarnya. Sastra
memiliki tingkat penggunaan kode yang lebih padat, stabil dan kompleks
dibanding dengan modus komunikasi lainnya.
Oleh karena itu,
kehidupan sehari-hari sebagaian orang cenderung memiliki karir yang lebih cepat
berkembang dibandingkan dengan yng lain, karena mereka memiliki kemampuan untuk
membaca kode dan menganalisis permasalahan dan yang bersangkutan cenderung
memiliki perilaku an pandangan yang mudah dapat beradaptasi dengan lingkungan
sekitar.
F. Sastra
mengandung teladan kebahasaan
Setelah memiliki sifat
dan fungsi lainya, sastra juga mengandung teladan kebahsaan. Fungsi sastra
adalah menggunakan sarana komunikasi secara tepat dan efektif. Sastra
mengajarkan kita untuk lebih menyadari keseluruhan gagasan, perasaan,
imajinasi, dan simbol yang mendasari kehidupan politik, sosial, dan pribadi
kita.
G. Sastra
menyadarakkan posisi subjek
Sastra memiliki fungsi
mentaanalisis karena ia dapat menyadarkan pembacanya pada posisi subjek.
Menurut pandangan ini, individu merupakan subjek yang dikonstruksi secara
sosial. Sastra juga memungkinkan kita yang melibatnya menguji sifat dan
integritas subjektivitas kita atau posisi subjek yang kita miliki dengan lebih
kritis. Inilah yang disebut dengan efek moral sastra karena kita bisa
mengembangkan rasa memiliki diri sendiri sehingga bisa lebih mampu memberikan
respons terhadap segala kemungkinan dalam kehidupan di dunia dan menghadapi
keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan oleh masyarakat, kesempatan, dan
usaha yang kita lakukan.
H.
Sastra
memiliki fungsi kultural
Sastra merupakan sebuah
bentuk diskursus budaya yang memiliki berbagai fungsi dalam kebudayaan secara
keseluruhan. Fungsi ini dapat dilihat dari sudut pandang : bahwa sastra
memiliki fungsi intregatif secara kultural; dan bahwa sastra, sebagai sebuah
bentuk diskursus, dikuasai dan digunakan pleh kaum elit untuk melanggengkan
kuasa mereka.
Seperti halnya seni atau sarana
representasi lainya, fungsi intergatif sasta dapat termanifestasikan dalam
hal-hal berikut :
·
Sastra menggambarkan kompleksitas
keadaan manusia dan mengilustrasikan landasan-landasan dan arti-arti nilai,
serta nuansa-nuansa pengalaman kehidupan kolektif manusia secara dramatis dan
imajinatif.
·
Sastra memungkinkan kita untuk secara
imajinatif merasakan dan memaknai kehidupan dan pengalaman orang lain.
·
Sastra mengidentifikasi dan membahas
isu-isu tertentu dalam suatu kultur tertentu.
3) Tuntutan
Kompetensi Masa Kini
Bersamaan dengan atau sebagai akibat
dari kemunculan dalam dan keberterimaan bagi masyarakat luas berbagai nosi
semisal antonomi daerah dan akuntabilitas publik yang kemudian mendominasi
wacana massa dalam dasawarsa 2000-an ini, public juga ingin diyakinkan bahwa
sumberdaya sekolah dan perguruan tinggi dalam hal ini berupa tenaga dan
perhatian (maha)guru dan (maha)siswa yang belajar sastra dimanfaatkan dengan
baik kearah yang menjanjikan.
2.2 Fokus
Pengajaran Sastra
A. Kurikulum Sastra
Kurikulum
program studi sastra secara sederhana dapat digambarkan sebagai komposisi
bahan-bahan ajar (baca: mata kuliah) yang telah disusun berdasarkan analisis
kebutuhan (maha)siswa agar sesuai mengikuti pendididkan para pembelajar ini
memiliki akumulasi pengetahuan, keterampilan dan sikap seperti yang dimiliki
figure ideal lulusan yang dijadikan kejaran program yang bersangkutan.
Kualitas desain
suatu kurikulum dengan demikian dapat diukur, antara lain:
Dengan melihat
komposisinya ragam mata kuliah yang ditawarkan, urutan-urutanya, dan bagaimana
kandungan mata kuliah- mata kuliah itu kemudian diolah dalam suatu proses
aktivitas yang disebut interaksi belajar-mengajar.
Semua komponen
kurikulum (I.e., pengetahuan, keterampilan dan sikap) harus mengontribusi, baik
secara langsung maupun tak langsung. Terhadap pengembangan pembelajar kearah
aktualisasi atau pengejawantahan kedalam setiap individu (maha)siswa perangkat
kualitas dan kompetensi yang melekat pada sosok panutan (role model) yang telah
sebelumnya ditentukan itu.
Untuk menumbuh
kembangkan mahasiswa menjadi sarjana sastra yang kompeten, kurikulum harus
membekali mahasiswa dengan aspek ilmiah kesastraan dan metedologi penelitian
sastra. Mahasiswa harus dibekali dengan pengetahuan tentang berbagai aliran
pemikiran dan kritik sastra serta kemampuan untuk menganalisis, membuat
sintesis, dan mengontekualisasikan pengetahuan tersebut dalam pembacaan dan
penelitian karya sastra. Muatan kurikulum harus mencakup sejarah sastra,
modernisasi perkembangan dunia sastra, teori sastra, kritik sastra, dan
berbagai penelitian dalam bidang kesastraan. Mahasiswa juga harus dibekali
dengan latihan yang memadai dalam menganalisis dan mengkritisi berbagai jenis
karya sastra terutama karya sastra kanon.
Jika program
sastra diarahkan untuk menciptakan sastrawan pegiat sastra meskipun
pelaksanaanya tidak sederhana apa yang dapat digambarkan kurikulum program
sastra harus membekali mahasiswa agar bisa mengembangkan kemampuan mengugkapkan
diri secara kreatif dan melakuka eksperimen-ekserimen dengan penggunaan bahasa.
Mahasiswa harus
dibiasakan untuk banyak membaca berbagai karya sastra multi budaya, merenungkan
dan merasakan apa yang dialami oleh para took dalam karya sastra. Mahasiswa
juga harus dibiasakan mengidentifikasi muatan moral yang mungkin terkandung
dalam setiap kaya sastra yang mereka baca sehingga wawasanya tentang
relativitas moral dan nilai budaya bertumbuh kembang secara proposional.
B.
Pendekatan
pengajaran sastra
Pendekatan adalah jalan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Oleh karena itu kejelasan tujuan menjadi persyaratan mutlak yang
harus dipenuhi terlebih dahulu. Setelah tujuan yang relative spesifik di
pancangkan dan elemen kompetensi utamanya dikenali dan diurai, maka barulah
dimungkinkan kita menyiasati jalan atau pendekatan yang konsisten untuk
mencapai tujuan yang dimaksud.
Berkaitan dengan
pengajaran sastra di Sekolah Dasar, pendekatan yang diterapkan kepada siswa
tentu berbeda namun prinsipnya tetap sama. Pemahaman sastra dalam tataran SD
pun tak sebagaimana yang dipahami umum. Karya sastra di tataran SD mencakup
hikayat, dongeng, dan amsal. "Tentunya sangat ringan tetapi dibuat sedemikian
menarik, jangan seperti nasihat-nasihat yang membosankan.
Kurikulum membebaskan
guru untuk memakai berbagai metode secara bervariasi dalam penyajian materi
tertentu sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Konsep dan teori sastra dan
sejarah sastra harus dikurangi. Kegiatan pengajaran sastra harus difokuskan
pada pengakraban siswa dengan karya sastra sehingga siswa dapat menemukan
keasyikan personal dalam membaca, mengkritik, dan mengkreasi teks. Penerapan
multitafsir, dan bukan monotafsir dalam mengapresiasi sastra harus dilakukan..
Dengan menerapkan multitafsir maka kreativitas siswa dalam mengapresiasi sastra
akan semakin berkembang. Oleh karena itu, penggunaan soal bentuk isian atau
soal uraian lebih tepat digunakan dalam evaluasi pembelajaran sastra.
Penggunaan soal bentuk lain, pilihan ganda misalnya, memaksa siswa untuk
memilih satu jawaban yang dianggap paling tepat oleh pembuat soal menyebabkan
interpretasi siswa tidak berkembang.
Pengajaran sastra harus
mengedepankan aspek menyenangkan dan gembira. "Sastra itu harus nikmat,
menyenangkan, dan gembira. Guru harus
mampu membentuk citra sastra di hati siswa sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Cara agar membuat siswa antusias dalam
pengajaran sastra yaitu :
1)
Siswa dibimbing memasuki sastra
secara asyik, nikmat, dan gembira.
2)
Siswa membaca langsung karya
sastra puisi, cerita pendek, novel, drama dan esai, bukan melalui ringkasan.
3)
Ketika membicarakan karya
sastra, aneka ragam tafsir harus dihargai.
4)
Pengetahuan tentang sastra
(teori, definisi, sejarah) tidak utama dalam pengajaran sastra di SMA, cukup
tersambil saja sebagai informasi sekunder ketika membicarakan karya sastra.
5)
Pengajaran sastra mestilah
menyemaikan nilai-nilai yang positif pada batin siswa, yang membekalinya
menghadapi kenyataan kehidupan masa kini yang keras di masyarakat.
C. Evaluasi hasil belajar siswa
Evaluasi harus selaras dengan tujuan program dan
hakikat interaksi belajar-mengajar yang hendak dinilainya. Fungsi evaluasi
belajar yaitu :Untuk mengetahui kemajuan belajarnya, Kemajuan belajar murid
dapat diketahui dengan membandingakan statusnya sebelum dan sesudah melakukan
prestasi sebelum mengikuti pelajaran dan prestasi sesudah belajar. Dan dipergunakan
sebagai dorongan atau motivasi bealajar, Keberhasilan maupun kegagalan usaha
belajar yang tercermin dalam hasil studi akan berpengaruh besar bagi
usaha-usaha belajar selanjutnya. Bagi murid-murid yang telah berhasil
memperoleh studi yang baik yang berarti mengalami keberhasilan studi, hal itu
akan dapat dijadikan pegangan atau ukuran bahwa proses atau cara belajar yang
dilaksanakan selama ini sudah cukup baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Alasan adanya pengajaran
sastra yaitu karena pengajaran sastra menjadi sebuah
permasalahan dan keluhan di tingkat pendidikan sekolah saat ini karena belum
berjalan secara optimal dan mencapai tujuan yang produktif. Pengajaran sastra
justru hanya membahas dari segi strukturnya saja yaitu unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsiknya dan fokus
pengajaran sastra yaitu terfokus dalam cara pendekatan pengajaran sastra dan evaluasi hasil belajar siswa.
No comments:
Post a Comment